A. Sejarah Dakwah Rasulullah SAW Periode
Mekah
1.
Masyarakat Arab Jahiliyah Periode Mekah
Objek
dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat Arab Jahiliyah, atau
masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Dalam bidang agama, umumnya
masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dari ajaran agama tauhid, yang
telah diajarkan oleh para rasul terdahulu, seperti Nabi Adam A.S. Mereka
umumnya beragama watsani atau agama penyembah berhala. Berhala-berhala
yang mereka puja itu mereka letakkan di Ka’bah (Baitullah = rumah Allah
SWT). Di antara berhala-berhala yang termahsyur bernama: Ma’abi, Hubai,
Khuza’ah, Lata, Uzza dan Manar. Selain itu ada pula sebagian masyarakat Arab
Jahiliyah yang menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan kaum Sabi’in.
2.
Pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul
Pengangkatan
Muhammad sebagai nabi atau rasul Allah SWT, terjadi pada tanggal 17 Ramadan, 13
tahun sebelum hijrah (610 M) tatkala beliau sedang bertahannus di Gua Hira,
waktu itu beliau genap berusia 40 tahun. Gua Hira terletak di Jabal Nur,
beberapa kilo meter sebelah utara kota Mekah.
Muhamad
diangkat Allah SWT, sebagai nabi atau rasul-Nya ditandai dengan turunnya
Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu yang pertama kali yakni Al-Qur’an
Surah Al-‘Alaq, 96: 1-5. Turunnya ayat Al-Qur’an pertama tersebut, dalam
sejarah Islam dinamakan Nuzul Al-Qur’an.
Menurut
sebagian ulama, setelah turun wahyu pertama (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5) turun pula
Surah Al-Mudassir: 1-7, yang berisi perintah Allah SWT agar Nabi Muhammad
berdakwah menyiarkan ajaran Islam kepada umat manusia.
Setelah
itu, tatkala Nabi Muhammad SAW berada di Mekah (periode Mekah) selama 13 tahun
(610-622 M), secara berangsur-angsur telah diturunkan kepada beliau, wahyu
berupa Al-Qur’an sebanyak 4726 ayat, yang meliputi 89 surah. Surah-surah yang
diturunkan pada periode Mekah dinamakan Surah Makkiyyah.
3. Ajaran
Islam Periode Mekah
Ajaran
Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya
adalah sebagai berikut:
a. Keesaan
Allah SWT
b. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
c. Kesucian jiwa
d. Persaudaraan dan Persatuan
b. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
c. Kesucian jiwa
d. Persaudaraan dan Persatuan
Strategi Dakwah Rasulullah Periode
Mekah
Tujuan
dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah agar masyarakat Arab
meninggalkan kejahiliyahannya di bidang agama, moral dan hokum, sehingga
menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan nabi Muhammad SAW dan ajaran
Islam yang disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Strategi
dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur tersebut
sebagai berikut:
1. Dakwah
secara Sembunyi-sembunyi Selama 3-4 Tahun
Pada
masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk
Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan
kerabat serta sahabat dekatnya. Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan
dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah: Khadijah binti Khuwailid (istri
Rasulullah SAW, wafat tahun ke-10 dari kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara
sepupu Rasulullah SAW yang tinggal serumah dengannya), Zaid bin Haritsah (anak
angkat Rasulullah SAW), Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah SAW)
dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah SAW pada waktu kecil).
Abu
Bakar Ash-Shiddiq juga berdakwah ajaran Islam sehingga ternyata beberapa orang
kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah:
۞
Abdul Amar dari Bani Zuhrah
۞
Abu Ubaidah bin Jarrah dari Bani Haris
۞
Utsman bin Affan
۞
Zubair bin Awam
۞
Sa’ad bin Abu Waqqas
۞
Thalhah bin Ubaidillah.
Orang-orang
yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang namanya sudah
disebutkan d atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi
awal).
2. Dakwah
secara terang-terangan
Dakwah
secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni
setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu
dilaksanakan secara terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an Surah
26: 214-216.
Tahap-tahap
dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebaga berikut:
- Mengundang kaum kerabat
keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak
agar masuk Islam. Walau banyak yang belum menerima agama Islam, ada 3
orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sudah masuk Islam, tetapi
merahasiakannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib,
dan Zaid bin Haritsah.
- Rasulullah SAW mengumpulkan
para penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di
sekitar Ka’bah untuk berkumpul di Bukit Shafa.
Pada
periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk
Islam dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman
Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada
tahun ke-6 dari kenabian, sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M).
Rasulullah
SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah.
Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara
lain:
۞
Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dari kaum Giffar.
۞
Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus.
۞
Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yastrib (Madinah).
Gelombang
pertama tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6
orang. Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak 13 orang, dan pada gelombang
ketiga tahun berikutnya lebih banyak lagi. Diantaranya Abu Jabir Abdullah bin
Amr, pimpinan kaum Salamah.
Pertemuan
umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi
pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. Isi Bai’atul
Aqabah tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan
melindungi dan membela Rasulullah SAW. Selain itu, mereka memohon kepada
Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.
3. Reaksi
Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah SAW
Prof.
Dr. A. Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan
sebab-sebab kaum Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni:
- Kaum kafir Quraisy, terutama
para bangsawannya sangat keberatan dengan ajaran persamaan hak dan
kedudukan antara semua orang. Mereka mempertahankan tradisi hidup
berkasta-kasta dalam masyarakat. Mereka juga ingin mempertahankan
perbudakan, sedangkan ajaran Rasulullah SAW (Islam) melarangnya.
- Kaum kafir Quraisy menolak
dengan keras ajaran Islam yang adanya kehidupan sesudah mati yakni hidup
di alam kubur dan alam akhirat, karena mereka merasa ngeri dengan siksa
kubur dan azab neraka.
- Kaum kafir Quraisy menilak
ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan agama dan tradisi
hidupa bermasyarakat warisan leluhur mereka.
- Dan, kaum kafir Quraisy
menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah Rasulullah SAW karena
Islam melarang menyembah berhala.
Usaha-usaha
kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah SAW
bermacam-macam antara lain:
۞
Para budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais
an-Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleh para
pemiliknya (kaum kafir Quraisy) di luar batas perikemanusiaan.
۞ Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi
Muhammad SAW agar permusuhan di antara mereka dihentikan. Caranya suatu saat
kaum kafir Quraisy menganut Islam dan melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat
Islam menganut agama kamu kafir Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap
berhala.
Dalam
menghadapi tantangan dari kaum kafir Quraisy, salah satunya Nabi Muhammad SAW
menyuruh 16 orang sahabatnya, termasuk ke dalamnya Utsman bin Affan dan 4 orang
wanita untuk berhijrah ke Habasyah (Ethiopia), karena Raja Negus di negeri itu
memberikan jaminan keamanan. Peristiwa hijrah yang pertama ke Habasyah terjadi
pada tahun 615 M.
Suatu
saat keenam belas orang tersebut kembali ke Mekah, karena menduga keadaan di
Mekah sudah normal dengan masuk Islamnya salah satu kaum kafir Quraisy, yaitu
Umar bin Khattab. Namun, dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu Jahal labih
kejam lagi.
Akhirnya,
Rasulullah SAW menyuruh sahabatnya kembali ke Habasyah yang kedua kalinya. Saat
itu, dipimpin oleh Ja’far bin Abu Thalib.
Pada
tahun ke-10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW dan
pelindungnya wafat. Empat hari setelah itu istri Nabi Muhammad SAW juga telah
wafat. Dalam sejarah Islam tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut ‘amul
huzni (tahun duka cita).
B. Sejarah Dakwah Rasulullah SAW
Periode Madinah
1.
Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam.
Pertama hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai
Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT
dan diridai-Nya.
Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena
di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan,
sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat
Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan
dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat
Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun
pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke
Yastrib (negeri Islam) adalah:
·
Menyelamatkan
diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafri Quraisy.
Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk berhijrah
ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan
maksud untuk membunuhnya.
·
Agar
memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga
dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk
menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam)
2.
Dakwah
Rasulullah SAW Periode Madinah
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni
dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan
wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi dakwah yang disampaikan
Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran Islam yang terkandung dalam
89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga ajaran Islam yang terkandung
dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapaun ajaran Islam periode
Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW
pada periode Madinah adalah orang-orang yang sudah masuk Islam dari kalangan
kaum Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum
Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk
bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Dakwah
Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat
Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang
diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang
bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan
usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk
masyarakat madani di Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan
kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar mereka bersedia
menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan
mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan
beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan
dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji,
menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan
kemauan dan kesadarn sendiri. namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang
tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang
lain masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Isla dan umatnya dari muka
bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi
Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk
berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Hajj, 22:39 dan Al-Baqarah,
2:190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya menusun kekuatan untuk
menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan
penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi bertujuan untuk:
- Membela diri, kehormatan, dan
harta.
- Menjamin kelancaran dakwah, dan
memberi kesempatan kepada mereka yang hendak menganutnya.
- Untuk memelihara umat Islam
agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu
membangun suatu negara yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah,
mereka berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap
para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi
dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan mereka akan tersaingi. Oleh
karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan
menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi
Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam
sehingga terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu :
a. Perang Mut’ah
Peperangan Mu’tah terjadi sebelah utara lazirah Arab. Pasukan Islam mendapat
kesulitan menghadapi tentara Ghassan yang mendapat bantuan dari Romawi.
Beberapa pahlawan gugur melawan pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu.
Melihat kenyataanyang tidak berimbang ini, Khalid ibn Walid, yang sudah masuk
Islam, mengambil alih komando dan memerintahkan pasukan untuk menarik diri dan
kembali ke Madinah.
Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah
menjangkau seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir
seluruh Jazirah Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri
dalam Islam.
Hal ini membuat orang-orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah
ternyata menjadi senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena
itu, secara sepihak orang-orang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut.
b. Perang Tabuk
Melihat kenyataan ini, Heraklius menyusun pasukan besar di utara Jazirah Arab,
Syria, yang merupakan daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu
bergabung Bani Ghassan dan Bani Lachmides.
Untuk menghadapi pasukan Heraklius ini banyak pahlawan Islam yang menyediakan
diri siap berperang bersama Nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar
pula. Melihat besarnya pasukaDi sini beliau membuat beberapa perjanjian dengan
penduduk setempat. Dengan demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke
dalam barisan Islam. Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti
Rasulullah SAW.
Peperangan lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW
seperti:
a. Perang Badar
Perang Badar yang merupakan perang
antara kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada
tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian yang terjadi
antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini
berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad SAW
gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri
dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari pedang,
tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan semangat pasukan
yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima perang
pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam
perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi
tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai syuhada.
Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (Q.S. 3: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah tidak
senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak pernah sepenuh hati
menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi Muhammad SAW dalam
Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam menangani
persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk membebaskan para
tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan yang pandai membaca
dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam yang masih
buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan kepandaian apa-apa
pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang Badar,
Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku Badui yang kuat. Mereka
ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat kekuatan Nabi SAW.
Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang Badar, Nabi SAW juga
menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan orang-orang
Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.
Bagi kaum
Quraisy Mekah, kekalahan mereka dalam perang Badar merupakan pukulan berat.
Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun 3 H, mereka berangkat menuju
Madinah membawa tidak kurang dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200 pasukan
berkuda di bawah pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang di antara mereka memakai
baju besi.
Nabi Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan sekitar 1000
(seribu) orang. Namun, baru saja melewati batas kota, Abdullah ibn Ubay,
seorang munafik dengan 300 orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Mereka
melanggar perjanjian dan disiplin perang.
Meskipun demikian, dengan 700 pasukan yang tertinggal Nabi melanjutkan
perjalanan. Beberapa kilometer dari kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua
pasukan bertemu. Perang dahsyat pun berkobar. Pertama-tama, prajurit-prajurit
Islam dapat memukul mundur tentaramusuh yang lebih besar itu. Pasukan berkuda
yang dipimpin oleh Khalid ibn Walid gagal menembus benteng pasukan pemanah
Islam. Dengan disiplin yang tinggi dan strategi perang yang jitu, pasukan yang
lebih kecil itu ternyata mampu mengalahkan pasukan yang lebihbesar.
Kemenangan yang sudah diambang pintu ini tiba-tiba gagal karena godaan harta
peninggalan musuh. Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa
menghiraukan gerakan musuh, termasuk didalamnya anggota pasukan pemanah yang
telah diperingatkan Nabi agar tidak meninggalkan posnya.
Kelengahan kaum muslimin ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin
Walid berhasil melumpuhkan pasukan pemanah Islam, dan pasukan Quraisy yang
tadinya sudah kabur berbalik menyerang. Pasukan Islam menjadi porak poranda dan
tak mampu menangkis serangan tersebut. Satu persatu pahlawan Islam gugur,
bahkan Nabi sendiri terkena serangan musuh. Perang ini berakhir dengan70 orang
pejuang Islam syahid di medan laga.
Pengkhianatan Abdullah ibn Ubay dan pasukan Yahudi diganjar dengan tindakan
tegas. Bani Nadir, satu dari dua suku Yahudi di Madinah yang berkomplot dengan
Abdullah ibn Ubay, diusir ke luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi ke Khaibar.
Sedangkan suku Yahudi lainnya, yaitu Bani Quraizah, Masih tetap di Madinah.
c. Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini
merupakan perang antara kaum muslimin Madinah melawan masyarakat Yahudi Madinah
yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat Mekah. Karena itu
perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi,
sahabat Rasulullah SAW, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan
di bagian-bagian kota yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai
Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh parit
tersebut mengepung Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar parit hampir
sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat Madinah menderita
karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu
diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani
Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT
menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan, persediaan
makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin dan badai
turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh
perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan pengepungan
dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan,
hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah sangat bergelora. Nabi SAW
memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada bulan
suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka mengenakan
pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk
berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang
terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum
muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk
berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah
dan Mekah, yang isinya antara lain:
1. Selama sepuluh tahun diberlakukan
gencatan senjata antara kaum Quraisy
penduduk Mekah dan umat Islam penuduk Madinah
2. Orang Islam dari kaum Quraisy
yang datang kepada umat Islam, tanpa seizin
walinya hendaklah ditolak oleh umat Islam
3. Kaum Quraisy, tidak
akan menolak orang-orang Islam yang kembali dan bergabung dengan mereka
4. Tiap kabilah yang
ingin masuk dalam persekutuan dengan kaum Quraisy, atau dengan kaum Muslimin
dibolehkan dan tidak akan mendapat rintangan
5. Kaum Muslimin tidak
jadi mengerjakan umrah saat itu, mereka harus kembali ke Madinah, dan boleh
mengerjakan umrah di tahun berikutnya, dengan persyaratan:
- Kaum Muslimin memasuki kota
Mekah setelah penduduknya untuk sementara keluar dari kota Mekah
- Kaum Muslimin memasuki kota
Mekah, tidak boleh membawa senjata
- Kaum Muslimin tidak boleh
berada di dalm kota Mekah lebih dari tiga hari-tiga malam.
Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian
tersebut sebenarnya adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah, untuk kemudian
dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.
d. Perang Hunain
Mendengar berita bahwa kaum musyrikin itu akan menyerang umat Islam, Nabi
mengerahkan kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka.
Pasukan ini dipimpin langsung oleh beliau sehingga umat Islam memenangkan pertempuran
dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dengan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani
Hawazin, seluruh Jazirah Arab berada di bawah kepemimpinan Nabi. Rasulullah dan
umat Islam memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang.
Artinya: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu Lihat
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan
memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penerima taubat.” (Q.S. An-Nasr, 110: 1-3)
3. Strategi Dakwah Rasulullah SAW Periode
Madinah
Pokok-pokok
pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah:
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum
mengajak orang lain meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka
terlebih dahulu orang yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam
dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara
(metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah
An-Nahl, 16: 12
3. Berdakwah itu
hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk Allah SWT
dalam Surah Ali Imran, 3: 10
4. Berdakwah
dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk
memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Usaha-usaha
Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:
a. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di
Madinah ialah Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barata daya Madinah.
Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20
September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari
Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan
dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya adalah Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong
oleh kaum Muhajirin dan Ansar, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan kelima
dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab
r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib k.w.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW
adalah sebagai berikut:
- Masjid sebagai sarana pembinaan
umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak
- Masjid merupakan saran ibadah,
khususnya salat lima waktu, salat Jumat, salat Tarawih, salat Idul Fitri,
dan Idul Adha.
- Masjid merupakan tempat belajar
dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber kepada Al-Qur;an dan Hadis
- Masjid sebagai tempat pertemuan
untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi
terwujudnya persatuan
- Menjadikan masjid sebagai
sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat penampungan zakat, infak,
dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, terutama
para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
- Menjadikan halaman masjid
dengan memasang tenda, sebagai tmpat pengobatan para penderita sakit,
terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang melawan
orang-orang kafir. Sejarah mencata adanya seorang perawat wanita terkenal
pada masa Rasulullah SAW yang bernama
“Rafidah” Rasulullah SAW
menjadikan masjid sebagai tempat bermusyawarah dengan para sahabatnya.
Masalah-masalah yang dimusyawarahkan antara lain: usaha-usaha untuk
memajukan Islam, dan strategi peperangan melawan musuh-musuh Islam agar
memperoleh kemenangan.
b. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah
yang berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk
asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar
bin Khatab tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga
terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang
Muhajrin mencari dan mengangkat seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya
senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga
sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abu
Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh
oleh seluruh sahabat misalnya:
·
Hamzah bin
Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang pemberani bersaudara
dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak
angkat Rasulullah SAW
·
Abu Bakar
ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid
·
Umar bin
Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar)
·
Abdurrahman
bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar)
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan
orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW,
dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
c. Perjanjian Bantu-Membantu
antara Umat Islam dan Umat Non-Islam
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya
terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani
Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam.
Piagam ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh segenap aspek
kehidupan termasuk akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan,
ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga terkandung aspek khusus yang mesti
dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan Allah, tolong-menolong
sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum bukan Islam,
mereka mestilah berkelakuan baik bagi melayakkan mereka dilindungi oleh
kerajaan Islam Madinah serta membayar cukai.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah
sama ada Islam atau bukan Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai
model Negara Islam yang adil, membangun serta digeruni oleh musuh-musuh Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah
non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara lain:
1. Setiap
golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan
dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah berhak
menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan
kepada orang yang mematuhi peraturan
2. Setiap
individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama
3. Seluruh penduduk kota
Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan orang-orang Arab yang
belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling membantu dalam bidang moril
dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah
harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah
4. Rasulullah
SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan perselisihan
besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW untuk
diadili sebagaimana mestinya
Islam tidak hanya mengajarkan bidang akidah dan ibadah,
tetapi mengajarkan juga bidang politik, ekonomi, dan sosial, yang kesemuanya
berumber pada Al-Qur’an dan Hadis.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah
beragam Islam, sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya
pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang
nabi dan rasul, juga tampil sebagai seorang kepala negara (khalifah).
Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar
bagi setiap sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat
Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta
membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan
syarat, peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan
Hadis.
No comments:
Post a Comment