a.
Pengertian Ilmu
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu
disamakan artinya dengan pengetahuan, ilmu adalah pengetahuan. Ilmu diambil
dari kata science dan peralihan dari kata Arab Ilm. Ulum jamak
dari ilmu yaitu paham dan pemikiran. Kemudian dinukilkan
dengan pengertian beberapa masalah ilmiah yang berbeda-beda.
Dari pengertian di atas bahwasanya ilmu dapat
diartikan juga sebuah pengetahuan. Ilmu adalah suatu bentuk aktifitas manusia
yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan
senantiasa lebih lengkap dan lebih cermat tentang alam di masa lampau, sekarang
dan kemudian hari, serta suatu kemampuan yang meningkat untuk penyesuaian
dirinya pada dan mengubah lingkungannya serta mengubah sifat-sifatnya sendiri.
Dalam perkembangannya lebih lanjut di
Indonesia, pengetahuan disamakan artinya dengan ilmu. Hal ini dapat dilihat
dari pendapat-pendapat berikut : “Kata ilmu berasal dari bahasa Arab alima (ia
telah mengetahui), kata jadian ilmu berarti pengetahuan. Dan memang dalam
bahasa Indonesia sehari-hari ilmu diidentikkan dengan pengetahuan. Dengan
demikian dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam bahasa, pengetahuan dengan
ilmu bersinonim arti, sedangkan dalam arti material keduanya mempunyai
perbedaan.
Ditinjau dari makna harfiah, Ilm (ilmu
atau sains) mempunyai beberapa sinonim, seperti danesy dan danestan.
Sedangkan dari segi makna teknisnya yaitu sebagai berikut :
a. Keyakinan
tertentu yang sesuai (correspond to) dengan kenyataan, lawan dari
kebodohan sederhana atau murakap (compound)[5] meskipun
ia digunakan dalam satu proposisi.
b. Himpunan
Proposisi yang dianggap hubungan satu sama lain meskipun sifat
proposisi-proposisi itu personal dan spesifik. Dalam pengertian ini, ilmu
diterapkan pada ilmu sejarah, geografi, ilmu rijal (baca
tentang perawi hadits) dan biografi.
c. Himpunan
proposisi universal yang berporos tertentu tiap-tiap proposisi ini bisa
diterapkan untuk sekian banyak contoh meskipun himpunan proporsi itu bersifat
konvensional dalam pengertian inilah ilmu diterapkan pada hal konvensional
sebagai lawan dari ilmu-ilmu sejati atau hakiki, seperti ilmu kosakata dan tata
bahasa.
d. Himpunan
proposisi universal hakiki (bukan konvensional) berporos tertentu. Pengertian
ini mencakup seluruh ilmu teoritis dan praktis, termasuk teologi dan metafisika
tapi tidak bisa diterapkan pada proposisi-proposisi personal dan konvensional.
e. Himpunan
proposisi-proposisi hakiki yang bisa dibuktikan dengan pengalaman inderawi.
Dalam pengertian inilah para positivis menggunakan istilah ilmu, karenanya
ilmu-ilmu dan pembelajaran non empiris tidak dianggap sebagai ilmu/sains.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwasanya
bermanfaat maksudnya adalah berguna, berfaedah. Yang dimaksud disini
adalah ilmu yang bermanfaat merupakan ilmu yang ada faedahnya / berguna untuk
kehidupan dunia dan akhirat.
Allah SWT Maha Mengetahui terhadap seluruh
objek pengetahuan. Dengan ilmu-Nya, Dia mengetahui secara detail terhadap
segala apa yang berlaku di bumi yang paling rendah sampai yang ada di langit
yang tinggi semuanya tidak pernah ada yang luput dari jangkauan ilmu-Nya walau
sebesar atom, baik yang ada di langit dan bumi. Bahkan Dia tahu gerakan dan
merayapnya semut di hutan yang nilam yang ada di batu nilam yang keras pada
malam yang gelap gulita. Dia mengetahui gerak atom di ruang angkasa. Dia
mengetahui segala rahasia dan yang sangat tersembunyi.
b.
Pembagian Ilmu
Ilmu merupakan hal yang utama dan paling utama,
bagi setiap manusia, karena dengan berilmu orang dapat melakukan sesuatu yang
diinginkan, dan mempunyai akal yang sehat karena orang yang berakal sehat
adalah orang yang dapat menggunakan dunia untuk tujuan akhiratnya, maka dari
itu ilmu-ilmu yang perlu kita pelajari diantaranya yaitu :
Menurut al-Ghazali, dalam menuntut ilmu yang
fardu kifayah ini dapat dibagi menjadi dua :
1. Ilmu
yang syar’iyyah
Apa yang bermanfaat yang diperoleh / diambil
dari para nabi dan tidak diperoleh dari akal atau dari pengalaman maupun dari
pendengaran.
Ilmu yang syari’iyyah yang dipuji ini ada 4
macam :
·
pertama, yang merupakan pokok yaitu ada empat yaitu
kitab Allah (al-Qur’an), sunnah rasulullah, kesepakatan/ijma ulama mujtahidin
dan ucapan sahabat.
·
Kedua, merupakan cabang dari pokoknya yaitu apa yang
dipahami dari pokok, tanpa memandang lafad, melainkan makna-makna yang
tersembunyi yang dapat dilihat oleh akal. Cabang-cabang dari pokok ini ada dua
macam yaitu berkaitan dengan kemashlahatan dunia yang ada dalam kitab fiqh dan
berkaitan dengan kemaslahatan dunia akhirat.
·
Ketiga, permulaan yaitu yang berguna sebagai alat
misalnya ilmu bahasa, maupun nahwu.
·
Keempat, penyempurna, hal ini terdapat dalam ilmu
al-Qur’an sedangkan ilmu al-Qur’an terbagi pada :
a.
Apa yang
berhubungan dengan lafadz
b.
Apa yang berhubungan
dengan makna
c.
Apa yang
berhubungan dengan hukum-hukumnya.
2. Ilmu
yang bukan syar’iyyah
Yaitu ilmu yang terambil bukan dari kenabian,
misalnya ilmu kedokteran dan sebagainya.
Ilmu yang bukan
syar’iyyah terbagi tiga kategori, yaitu :
ü Yang dipuji, yaitu apa yang patut dalam urusan
dunia misalnya kedokteran dan ilmu hitung.
ü Yang dicela misalnya ilmu mendatang ruh, ilmu
sulap, ilmu sihir maupun ilmu membaur.
ü Yang diperbolehkan misalnya syair-syair yang
tak mengandung penghinaan : cerita-cita, dongeng-dongeng dan sebagainya.
Ilmu pokok menurut Comte ialah matematika,
astronomi, ilmu alam, ilmu kimia, ilmu biologi, dan sosiologi. Comte
berpendapat bahwa ilmu hitung (bagian dari matematika) adalah ilmu yang paling
mendasar, ilmu yang dapat dipelajari tanpa bantuan ilmu apapun, kecuali ilmu
hitung itu sendiri. Sifat ini tidak akan ditemukan dalam ilmu astronomi, yang
ilmu ini baru mungkin dipelajari atas bantuan ilmu matematika. Demikian ilmu
alam bahkan memerlukan ilmu matematika dan astronomi dan seterusnya. Kimia
tergantung pada ilmu alam dan kedua ilmu yang disebutkan dimuka, begitu pula
ilmu biologi tergantung pada keempat ilmu tersebut di atas. Akhirnya, sosiologi
tergantung dan baru dapat dipelajari dengan bantuan semua ilmu yang tersebut
terdahulu.
Menurut Abuddin Nata dalam bukunya “Pemikiran
Para Tokoh Pendidikan Islam”, ilmu terbagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Ilmu-ilmu
yang terkutuk baik sedikit maupun banyak yaitu ilmu-ilmu yang tidak ada
manfaatnya baik di dunia maupun di akhirat seperti ilmu sihir, ilmu nujum dan
ilmu ramalan.
b. Ilmu-ilmu
yang terpuji baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan
peribadatan dan macam-macamnya, seperti ilmu yang berkaitan dengan kebersihan
diri dari cacat dan dosa serta ilmu yang dapat menjadi bekal bagi seseorang
untuk mengetahui yang baik dan melaksanakannya. Ilmu-ilmu yang mengajarkan
manusia tentang cara-cara mendekatkan diri kepada Allah dan melakukan sesuatu
yang diridloi-Nya serta dapat membekali hidupnya di akhirat.
c. Ilmu-ilmu
yang terpuji dalam kadar tertentu atau sedikit dan tercela jika dipelajarinya
secara mendalam karena dengan mempelajarinya secara mendalam itu dapat
menyebabkan terjadinya kekacauan dan kesemrawutan antara meyakini dan keraguan,
serta dapat pula membawa kepada kekafiran seperti ilmu filsafat.
Menurut Muhammad al-Bahi, ilmu dari segi
sumbernya dibagi menjadi dua, pertama ilmu yang bersumber dari
Tuhan dan ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi ilmu menjadi dua
jenis yaitu ilmu qadim dan kedua ilmu hadits (baru). Ilmu qadim
adalah ilmu Allah yang sangat jelas berada dari ilmu hadits yang dimiliki
manusia sebagai hamba-Nya.
Ilmu-ilmu yang terkandung didalam al-Qur’an
yang perlu dipelajari, diteliti dan dimiliki lafadzh.
1. Ilmu-ilmu
bahasa Arab yaitu ilmu yang mesti diperlukan dalam usaha menyelidiki, dan
memiliki secara baik kitab Allah.
2. Ilmu
hewan, anatomi, kedokteran, dan ilmu jiwa. Ilmu ini mendorong dan menyerukan
kita untuk mengadakan penelitian terhadap jiwa manusia, binatang dan ternak
serta menjaga kelestariannya.
وَإِنَّ لَكُمْ
فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً (النحل : 66)
“Dan sesungguhnya pada
binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu.”
3. Geologi,
geografi, arithmethik, ilmu-ilmu tersebut menyeru kepada kita kaum muslimin,
untuk menyelidiki gunung-gunung, matahari, bulan, bintang-bintang dan
menjadikannya sebagai pedoman untuk mengetahui tahun dan tanggal.
4. Ilmu-ilmu
tumbuh-tumbuhan : kita diserukan untuk menyelidiki bermacam-macam tanaman dan
pohon, aneka ragam buah dan bunga yang telah ditumbuhkan oleh bumi.
5. Ilmu-ilmu
sejarah dan benda-benda purbakala : ilmu yang diserukan oleh al-Qur’an untuk
kita menjelajah bumi dan mengetahui cerita-ceritanya orang-orang terdahulu
serta dapat mengambil pelajarannya.
6. Ilmu
pertahanan pertahanan dan militer.
Secara garis besar ilmu dapat dibagi menjadi
tiga bagian yaitu :
§ Ilmu kealaman : memfokuskan diri pada bagaimana
bekerjanya alam semesta ini dan bagaimana bekerjanya alam fisik termasuk fisik
manusia.
§ Ilmu sosial kemanusiaan : terfokus pada
bagaimana diri manusia dan bagaimana manusia mengadakan interaksi dengan sesama
manusia.
§ Ilmu-ilmu ketuhanan : sebagaimana ilmu
ketuhanan bekerja pada bagaimana berlangsungnya hubungan antara manusia dengan
Allah.
Ilmu agama dan ilmu umum sebenarnya telah
diperkenalkan oleh para cendekiawan muslim klasik seperti Ibnu Khaldun
menyebutkan keduanya sebagai al-ulum al-naqliyah dan al-ulum
al-aqliyah. Ilmu agama yang menganggap fardu ain bagi setiap muslim untuk
menuntutnya dibandingkan dengan ilmu-ilmu umum yang merupakan fardu kifayah
untuk menuntutnya. Ibn Khaldun membagi ilmu seperti yang telah disinggung, ke
dalam ilmu-ilmu naqliyyah (berdasarkan pada otoritas atau ada
yang menyebutnya ilmu-ilmu tradisional) dan ilmu aqliyyah (berdasarkan
akal/dalil rasional) termasuk yang pertama adalah ilmu-ilmu al-Qur’an, hadits,
tafsir, ilmu kalam, tasawuf, dan juga ta’bir al-ru’yah (tafsir
mimpi). Sedangkan ilmu yang kedua adalah ilmu-ilmu seperti filsafat
(metafisika), matematika, dan fisika dengan pembagian-pembagiannya. Selain
memilih ilmu pada dua kelompok besar ini, Ibnu Khaldun juga memberikan
deskripsi yang berbeda tentang kedua jenis ilmu tersebut terutama dari sudut
tujuan. Dikatakan bahwa tujuan ilmu-ilmu agama (naqliyyah) adalah untuk
menjamin terlaksananya hukum syariat, sedangkan ilmu-ilmu rasional adalah untuk
memiliki pengetahuan teoritis tentang sesuatu sebagian adanya. Meskipun begitu
dalam pemilahan ini, tidak dapat tersirat sedikitpun keraguan atau penolakan
akan status ilmiah dari masing-masing kelompok ilmu tersebut. ilmu agama
dipandang olehnya sangat perlu untuk membimbing kehidupan ruhani manusia,
sementara ilmu umum untuk membimbing kehidupan duniawi.
Ilmu yang bermanfaat disini adalah ilmu yang
berfaedah dan juga berguna bagi kehidupan sehari-hari dan untuk akhirat juga.
Diantara ilmu yang bermanfaat adalah ilmu agama akan tetapi Allah juga menyuruh
manusia juga mempelajari ilmu umum.
Seorang pendidik mempunyai banyak kewajiban
dimana yang paling penting adalah harus menjadikan muridnya sebagai
anak sendiri demikian dicintai, dilindungi dan ikhlas dalam membudayakan dan
mengajar mereka, disamping harus membekali mereka dengan ide-ide kelas tinggi
yang bermanfaat untuk mereka sekaligus bermanfaat untuk semua manusia melalui
kerja mereka.
Seorang pendidik harus mengamalkan apa yang
diketahui sebelum dia dakwahkan kepada orang lain. Sebab, guru ilmu syara’
tidak boleh mendustai perkataan sendiri, karena jika tidak maka manusia akan
lari meninggalkan tata krama dan ajaran syar’i yang dia kembangkan.
Ilmu dan amal menurut al-Ghazali merupakan dua
sifat yang saling mengisi. Oleh sebab itu, ilmu tidak bisa eksis tanpa amal dan
sebaliknya jika seorang guru meninggalkan apa yang ditujukan oleh ilmu tetapi
dia memerintahkan untuk mengamalkannya maka dia akan tersesat dan menyesatkan,
disamping dia menghilangkan kepercayaan manusia bahkan harus dihidari dan
dikeluarkan dari urgensinya ilmu pengetahuan.
Amal ibadah termasuk juga shadaqah yang
dilaksanakan tanpa mengetahui ilmunya lebih dahulu, amat sedikit kebaikannya,
bahkan ada kalanya dapat merusak akal itu sendiri, atau amal ibadahnya itu
tidak sah. Misalnya orang yang akan melakukan shalat, puasa, atau haji, sudah
barang tentu harus mengetahui ilmunya, harus mengetahui syarat rukunnya lebih
dahulu yang mendalam, yang mengerti dan faham betul dan apabila tidak, maka
amal ibadahnya tidak sah karena tidak menetapi syarat rukun yang telah
ditentukan oleh syara. Oleh karena itu Islam menekankan wajib menuntut ilmu
bagi tiap-tiap muslim, karena dengan memiliki ilmu dapat melaksanakan ibadahnya
dengan tepat.
Konsep ilmu menurut al-Ghazali adalah kerangka
landasan yang dapat dijadikan tambatan menuju tercapainya Islamisasi
pengetahuan, karena al-Ghazali telah membuat suatu rentangan antara ilmu agama
dan ilmu umum dengan jalan menekankan manfaat penuntut ilmu bagi penuntut ilmu.
Hal ini dapat dirangkum dalam ucapannya sendiri tentang penghargaan bagi
menuntut ilmu dalam artian ilmu dalam pengertian yang utuh. Hal ini terdapat
dalam karyanya Ihya’ Ulumuddin jilid I : “Barang siapa yang
berilmu dan mengamalkan ilmu, diakui dan dikatakan sebagai yang terbesar di
angkasa raya ini, sebab ia bagaikan sang surya, disamping menerangi benda lain
selain dirinya, juga menerangi dirinya sendiri atau bagaikan minyak kasturi
yang disamping membuat harum sekitarnya, dirinya tetap harum”.
Para ahli berwasiat kepada para pencari ilmu
agar mengamalkan ilmu yang diperoleh dengan menuliskannya lewat karya-karya
tulis. Seorang alim bernama al-Khatib al-Baghdadi mengarang sebuah kitab. Dalam
salah satu bab dari bukunya itu terdapat tulisan yang bertemakan tentang
bagaimana beramal dengan ilmu. Al-Hafiz Ibnu Asakir juga mengarang sebuah buku
yang didalamnya terdapat satu bab yang berisikan celaan terhadap orang yang
tidak mengamalkan ilmunya.
Abdul Malik bin Idris al-Huzairi seorang ahli
pemerintah dan seorang penulis ulung pernah menulis beberapa bak puisi sebagai
berikut :
Ilmu tidak bisa bermanfaat
Bila tidak diamalkan dan dipraktekkan
Sama diriku
Antara ilmu yang tidak berguna dengan shalat
yang tidak bersuci
Beramallah dengan ilmumu
Kau akan temui jati dirimu
Dan tidak rela menjadi golongan yang merugi
Orang mencari ilmu harus iklas dan tekankanlah
untuk beramal dengan ilmumu bagaikan pohon dan beramal adalah buahnya.
Al-Ghazali mengatakan bahwa memikirkan ilmu
sama dengan puasa dan mengkaji ilmu sama dengan salat malam. Dengan ilmu Allah
ditaati dan disembah serta diesakan. Dengan ilmu manusia berhati-hati dalam
mengamalkan agama dan memelihara hubungan kekeluargaan. Ilmu adalah pemimpin
dan amal adalah pengikutnya. Orang yang mendapatkan ilmu adalah orang yang
bahagia, sedang orang yang tidak mendapatkannya adalah orang yang sengsara.
Dari penjelasan di atas, ilmu yang berfaedah
sangat penting adalah ilmu agama, karena manusia sangat membutuhkan dan
memerlukan untuk akhirat, akan tetapi manusia juga butuh ilmu umum untuk
kehidupan dunianya.
No comments:
Post a Comment