Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang
diperkenalkan di Jawa sekitar 500 tahun yang lalu.Sejak saat itu, lembaga
pesantren tersebut telah mengalami banyak perubahan dan memainkan berbagai
macam peran dalam masyarakat Indonesia.
Pada zaman walisongo, pondok pesantren memainkan peran
penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa.Juga pada zaman penjajahan
Belanda, hampir semua peperangan melawan pemerintah kolonial Belanda bersumber
atau paling tidak dapat dukungan sepenuhnya dari pesantren.Selanjutnya, pondok
pesantren berperan dalam era kebangkitan Islam di Indonesia yang menurut Prof.
Azyumardi Azra telah terlihat dalam dua dekade terakhir ini.Akhirnya, pada awal
abad ke-21 ini, dalam konteks peran Amerika Serikat melawan terorisme dan
penangkapan pelaku peledakan bom di Bali.pondok pesantren dituding memainkan peran sebagai
lembaga pendidikan yang menyebarkan ajaran Islam ekstrim.
Tuduhan tersebut adalah hal
yang sangat serius bagi lembaga-lembaga pondok pesantren di Indonesia, terutama
pada saat ini ketika Amerika Serikat dan sekutunya sedang mencari dan mencoba
menebak tindakan berikut jaringan teroris yang ternyata sudah muncul di Indonesia.
Stigma ‘sarang teroris’ yang belakangan ini melekat pada
pondok pesantren di Indonesia berdasarkan dari proses pencarian dan penangkapan
pelaku peledakan bom di Bali.Ada dua hal utama dari investigasi peledakan bom
di Bali tersebut yang penting dalam tuduhan pondok pesantren ini.Pertama,
penangkapan Kyai Abubakar Basyir yang dituduh berkaitan dengan kepemimpinan
jaringan teroris Jemaah Islamiyah (JI) di Indonesia dan Asia Tenggara.Kedua,
penangkapan dan pengakuan tiga orang saudara dari pondok pesantren di desa
Tenggulun, Jawa Timur yang merencanakan dan melakukan peledakan bom di Bali.Ini
berarti bahwa memang ada kaitan di antara pondok pesantren di Indonesia dan
jaringan teroris internasional.
Masalahnya muncul karena bukti ini harus dilihat dengan
sikap proporsional.Walaupun beberapa pondok pesantren dituduh berkaitan dengan
jaringan teroris internasional dan tindakan ekstrim, itu tidak berarti bahwa
semua pondok pesantren menyebarkan ajaran Islam.
Bab II
ANALISA METODOLOGI DAKWAH
Melalui Pondok Pesantren
A. Unsur-Unsur Sebuah Pesantren
Untuk memberi definisi sebuah pondok
pesantren, harus kita melihat makna perkataannya.Kata pondok berarti tempat
yang dipakai untuk makan dan istirahat.Istilah pondok dalam konteks dunia
pesantren berasal dari pengertian asrama-asrama bagi para santri. Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan
awalan pedi depan dan akhiran anberartitempat tinggal para
santri.Maka pondok pesantren adalah asrama tempat tinggal para santri.Menurut
Wahid “pondok pesantren mirip dengan akademi militer atau biara (monestory,
convent) dalam arti bahwa mereka yang berada di sana mengalami suatu kondisi
totalitas.”
Sekarang di Indonesia ada ribuan lembaga
pendidikan Islam terletak diseluruh nusantara dan dikenal sebagai dayah dan rangkang di Aceh, surau
di Sumatra Barat, dan pondok pesantren
di Jawa . Pondok pesantren di Jawa itu membentuk banyak
macam-macam jenis.Perbedaan jenis-jenis pondok pesantren di Jawa dapat dilihat
dari segi ilmu yang diajarkan, jumlah santri, pola kepemimpinan atau
perkembangan ilmu teknologi.Namun demikian, ada unsur-unsur pokok pesantren
yang harus dimiliki setiap pondok pesantren. Unsur-unsur
pokok pesantren, yaitu kyai.masjid, santri, pondok dan kitab Islam klasik
(atau kitab kuning), adalah elemen unik yang membedakan sistem pendidikan
pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya.
ý Kyai
Peran penting kyai dalam pendirian, pertumbuhan, perkembangan dan
pengurusan sebuah pesantren berarti dia merupakan unsur yang paling
esensial.Sebagai pemimpin pesantren, watak dan keberhasilan pesantren banyak
bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta
ketrampilan kyai.Dalam konteks ini, pribadi kyai sangat menentukan sebab dia
adalah tokoh sentral dalam pesantren.
Istilah kyai bukan berasal dari bahasa Arab,
melainkan dari bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa, perkataan kyai dipakai
untuk tiga jenis gelar yang berbeda, yaitu:
a.
sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat.
contohnya, “kyai garuda kencana” dipakai untuk sebutkan kereta emas yang ada di
Kraton Yogyakarta.
b.
gelar kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya.
c.
gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama Islam yang
memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik
kepada para santrinya.
ý Masjid
Sangkut paut pendidikan Islam dan masjid
sangat dekat dan erat dalam tradisi Islam di seluruh dunia.Dahulu, kaum
muslimin selalu memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai
tempat lembaga pendidikan Islam. Sebagai pusat
kehidupan rohani,sosial dan politik, dan pendidikan Islam, masjid merupakan
aspek kehidupan sehari-hari yang sangat penting bagi masyarakat. Dalam rangka
pesantren, masjid dianggap sebagai “tempat yang paling tepat untuk mendidik
para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, dan
sembahyang Jumat, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.” (Dhofier 1985:49)
Biasanya yang pertama-tama didirikan oleh seorang kyai yang ingin mengembangkan
sebuah pesantren adalah masjid.Masjid itu terletak dekat atau di belakang rumah
kyai.
ý Santri
Santri merupakan unsur yang penting sekali dalam perkembangan sebuah
pesantren karena langkah pertama dalam tahap-tahap membangun pesantren adalah
bahwa harus ada murid yang datang untuk belajar dari seorang alim.Kalau murid
itu sudah menetap di rumah seorang alim, baru seorang alim itu bisa disebut
kyai dan mulai membangun fasilitas yang lebih lengkap untuk pondoknya.
Santri biasanya terdiri dari dua kelompok,
yaitu santri kalong dan santri mukim.Santri Kalongmerupakan
bagian santri yang tidak menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah
masing-masing sesudah selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren.Santri
kalong biasanya berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren jadi tidak
keberatan kalau sering pergi pulang.Makna Santri Mukimialah putera atau
puteri yang menetap dalam pondok pesantren dan biasanya berasal dari daerah
jauh. Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan menetap di sebuah pesantren
yang jauh merupakan suatu keistimewaan untuk santri karena dia harus penuh
cita-cita, memiliki keberanian yang cukup dan siap menghadapi sendiri tantangan
yang akan dialaminya di pesantren.
ý Pondok
Definisi singkat istilah ‘pondok’ adalah tempat sederhana yang
merupakan tempat tinggal kyai bersama para santrinya. Di Jawa, besarnya pondok
tergantung pada jumlah santrinya. Adanya pondok yang sangat kecil dengan jumlah
santri kurang dari seratus sampai pondok yang memiliki tanah yang luas dengan
jumlah santri lebih dari tiga ribu.Tanpa memperhatikan berapa jumlah santri,
asrama santri wanita selalu dipisahkan dengan asrama santri laki-laki.
Komplek sebuah pesantren memiliki gedung-gedung selain dari asrama
santri dan rumah kyai, termasuk perumahan ustad, gedung madrasah, lapangan
olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian dan/atau lahan pertenakan.
Kadang-kadang bangunan pondok didirikan sendiri oleh kyai dan kadang-kadang
oleh penduduk desa yang bekerja sama untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan.
Salah satu niat pondok selain dari yang
dimaksudkan sebagai tempat asrama para santri adalah sebagai tempat latihan
bagi santri untuk mengembangkan ketrampilan kemandiriannya agar mereka siap
hidup mandiri dalam masyarakat sesudah tamat dari pesantren. Santri harus memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan diberi
tugas seperti memelihara lingkungan pondok.
Sistem asrama ini merupakan ciri khas tradisi pesantren yang
membedakan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan Islam lain
seperti sistem pendidikan di daerah Minangkabau yang disebut surau atau sistem
yang digunakan di Afghanistan.
ý Kitab-Kitab Islam Klasik
Kitab-kitab Islam klasik dikarang para ulama terdahulu dan termasuk
pelajaran mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agam Islam dan Bahasa
Arab.Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab Islam klasik sering disebut kitab
kuning oleh karena warna kertas edisi-edisi kitab kebanyakan berwarna kuning.
Menurut Dhofier (1985:50),“pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab
Islam klasik…. merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam
lingkungan pesantren.”Pada saat ini, kebanyakan pesantren telah mengambil
pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian yang juga penting dalam
pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik masih diberi
kepentingan tinggi.Pada umumnya, pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang
sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih mendalam dan
tingkatan suatu pesantren bisa diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan.
Ada delapan macam bidang pengetahuan yang
diajarkan dalam kitab-kitab Islam klasik, termasuk:
1.
Nahwu
Dan Saraf (morfologi)
2.
Fiqh
3.
Usul
Fiqh
4.
Hadis
5.
Tafsir
6.
Tauhid
7.
Tasawwuf
Dan Etika
8.
cabang-cabang
lain seperti Tarikh dan Balaghah.
Semua jenis kitab ini dapat digolongkan kedalam kelompok menurut
tingkat ajarannya, misalnya: tingkat dasar, menengah dan lanjut. Kitab yang
diajarkan di pesantren di Jawa pada umumnya sama.
B. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Di Indonesia
Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, pendidikan Islam merupakan
kepentingan tinggi bagi kaum muslimin.Tetapi hanya sedikit sekali yang dapat
kita ketahui tentang perkembangan pesantren di masa lalu, terutama sebelum
Indonesia dijajah Belanda, karena dokumentasi sejarah sangat kurang.Bukti yang
dapat kita pastikan menunjukkan bahwa pemerintah penjajahan Belanda memang
membawa kemajuan teknologi ke Indonesia dan memperkenalkan sistem dan metode
pendidikan baru.Namun, pemerintahan Belanda tidak melaksanakan kebijaksanaan
yang mendorong sistem pendidikan yang sudah ada di Indonesia, yaitu sistem
pendidikan Islam.Malah pemerintahan penjajahan Belanda membuat kebijaksanaan
dan peraturan yang membatasi dan merugikan pendidikan Islam.Ini bisa kita lihat
dari kebijaksanaan berikut.
Pada tahun 1882 pemerintah Belanda mendirikan Priesterreden
(Pengadilan Agama) yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan
pesantren. Tidak begitu lama setelah itu, dikeluarkan Ordonansi tahun 1905 yang
berisi peraturan bahwa guru-guru agama yang akan mengajar harus mendapatkan
izin dari pemerintah setempat. Peraturan yang lebih ketat lagi dibuat pada
tahun 1925 yang membatasi siapa yang boleh memberikan pelajaran
mengaji.Akhirnya, pada tahun 1932 peraturan dikeluarkan yang dapat memberantas
dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau yang memberikan
pelajaran yang tak disukai oleh pemerintah.
Peraturan-peraturan tersebut membuktikan kekurangadilan
kebijaksanaan pemerintah penjajahan Belanda terhadap pendidikan Islam di
Indonesia.Namun demikian, pendidikan pondok pesantren juga menghadapi tantangan
pada masa kemerdekaan Indonesia. Setelah penyerahan kedaulatan pada tahun 1949,
pemerintah Republik Indonesia mendorong pembangunan sekolah umum seluas-luasnya
dan membuka secara luas jabatan-jabatan dalam administrasi modern bagi bangsa
Indonesia yang terdidik dalam sekolah-sekolah umum tersebut..Dampak
kebijaksanaan tersebut adalah bahwa kekuatan pesantren sebagai pusat pendidikan
Islam di Indonesia menurun.Ini berarti bahwa jumlah anak-anak muda yang dulu
tertarik kepada pendidikan pesantren menurun dibandingkan dengan anak-anak muda
yang ingin mengikuti pendidikan sekolah umum yang baru saja
diperluas.Akibatnya, banyak sekali pesantren-pesantren kecil mati sebab
santrinya kurang cukup banyak.
Jika kita melihat peraturan-peraturan tersebut baik yang dikeluarkan
pemerintah Belanda selama bertahun-tahun maupun yang dibuat pemerintah RI,
memang masuk akal untuk menarik kesimpulan bahwa perkembangan dan pertumbuhan
sistem pendidikan Islam, dan terutama sistem pesantren, cukup pelan karena
ternyata sangat terbatas. Akan tetapi, apa yang dapat disaksikan dalam sejarah
adalah pertumbuhan pendidikan pesantren yang kuatnya dan pesatnya luar biasa.
Seperti yang dikatakan Zuhairini (1997:150), ternyata “jiwa Islam tetap
terpelihara dengan baik” di Indonesia.
Menurut survai yang diselenggarakan kantor Urusan Agama yang
dibentuk oleh Pemerintah Militer Jepang di Jawa tahun 1942 mencatat jumlah
madrasah, pesantren dan murid-muridnya seperti terlihat berikutnya dalam Tabel
1:
TABEL 1: Jumlah pesantren, madrasah dan
santri di Jawa dan Madura pada tahun 1942 (Survai kantor Urusan Agama)
Propinsi Daerah
|
Jumlah Pesantren dan
Madrasah
|
Jumlah Santri
|
Jakarta
|
167
|
14
513
|
Jawa
Barat
|
1
046
|
69
954
|
Jawa
Tengah
|
351
|
21
957
|
Tawa
Timur
|
307
|
32
931
|
Jumlah:
|
1 871
|
139 415
|
TABEL 2: Jumlah pesantren dan santri di
Jawa pada tahun 1978. (Laporan Departement Agama RI)
Propinsi Daerah
|
Jumlah Pesantren
|
Jumlah Santri
|
Jakarta
|
27
|
15
767
|
Jawa
Barat
|
2
237
|
305
747
|
Jawa
Tengah
|
430
|
65
070
|
Tawa
Timur
|
1
051
|
290
790
|
Jumlah:
|
3 745
|
675 364
|
Dalam Tabel 2, dapat kita melihat bahwa hampir empat dasawarsa
kemudian, jumlah pesantren di Jawa telah bertambah kurang lebih empat kali.
Statistik dari Tabel 2, yang dikumpulkan dari laporan Departemen Agama RI pada
tahun 1978 yang mengenai keadaan pesantren di Jawa, menunjukkan bahwa sistem
pendidikan pesantren di Jawa dipelihara, dikembangkan dan dihargai oleh
masyarakat umat Islam di Indonesia. Kekuatan pondok pesantren dapat dilihat
dari segi lain, yaitu walaupun setelah Indonesia merdeka telah berkembang
jenis-jenis pendidikan Islam formal dalam bentuk madrasah dan pada tingkat
tinggi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), namun secara luas, kekuatan
pendidikan Islam di Jawa masih berada pada sistem pesantren.
Dari data-data tersebut harus kita bertanya, mengapa pesantren
begitu sanggup menahan dan berkembang selama bertahun-tahun penuh dengan
tantangan dan kesulitan yang dibuat baik pemerintah Belanda maupun pemerintah
RI?Menurut saya, sistem pendidikan pondok pesantren mampu bertahan dan tetap berkembang
karena siap menyesuaikan dan memoderenkan tergantung pada keadaan yang
sebenarnya ada di Indonesia.Sejak awalnya, pesantren di Indonesia telah
mengalami banyak perubahan dan tantangan karena dipengaruhi keadaan sosial,
politik, dan perkembangan teknologi di Indonesia serta tuntutan dari masyarakat
umum. Oleh karena itu, pada masa ini di dunia pesantren terjadi pembangunan
sistem pendidikan pesantren modern yang akan dibahasi dalam bagian berikut.
C. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Dulu, pusat pendidikan Islam adalah langgar masjid atau rumah
sang guru, di mana murid-murid duduk di lantai, menghadapi sang guru, dan
belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu malam hari biar
tidak mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari. Menurut Zuhairini (1997:212),
tempat-tempat pendidikan Islam nonformal seperti inilah yang “menjadi embrio
terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren.” Ini berarti bahwa sistem
pendidikan pada pondok pesantren masih hampir sama seperti sistem pendidikan di
langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama.
Pendidikan pesantren memiliki dua sistem pengajaran, yaitu sistem sorogan, yang sering disebut sistem
individual, dan sistem bandongan
atau wetonan yang sering disebut kolektif.
Dengan cara sistem sorogan tersebut,
setiap murid mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung dari kyai atau
pembantu kyai. Sistem ini biasanya diberikan dalam pengajian kepada murid-murid
yang telah menguasai pembacaan Qurán dan kenyataan merupakan bagian yang paling
sulit sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin
pribadi dari murid. Murid seharusnya sudah paham tingkat sorogan ini sebelum
dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di pesantren.
Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau wetonan.Dalam sistem ini, sekelompok murid mendengarkan seorang
guru yang membaca, menerjemahkan, dan menerangkan buku-buku Islam dalam bahasa
Arab.Kelompok kelas dari sistem bandongan
ini disebut halaqah yang artinya
sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru.Sistem sorogan juga digunakan di pondok
pesantren tetapi biasanya hanya untuk santri baru yang memerlukan bantuan
individual.
Pesantren sekarang ini dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu
pesantren Tradisional dan pesantren Modern.Sistem pendidikan
pesantren Tradisional sering disebut sistem salafi.Yaitu sistem yang
tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasiksebagai inti pendidikan
di pesantren.Pondok pesantren Modernmerupakan sistem pendidikan yang
berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem tradisional dan sistem sekolah
formal (seperti madrasah).
Tujuan proses modernisasi pondok pesantren adalah berusaha untuk
menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren. Akhir-akhir
ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka
renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan yang
bisa dilihat di pesantren modern termasuk: mulai akrab dengan metodologi ilmiah
modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar dirinya, diversifikasi program
dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi
sebagai pusat pengembangan masyarakat.
D.
Peran Santri Dalam
Masyarakat
a) Masyarakat Umum
Menurut Prof. Azyumardi Azra (2001:80), santri memainkan peran
penting dalam kecenderungan islamisasi atau re-islamisasi di kalangan umat
Islam Indonesia yang, menurut dia, telah terlihat dalam dua dekade terakhir
ini. Proses ‘kebangkitan Islam’ ini diindikasikan oleh bertambahnya jumlah
masjid dan tempat ibadah lainnya di Indonesia, pertumbuhan jumlah orang yang
pergi haji ke Arab Saudi, dan berdirinya organisasi-organisasi atau
lembaga-lembaga Islam baru, seperti Bank Islam dan Asuransi Islam.Istilah
selain dari kebangkitan Islam yang sering dipakai di Indonesia untuk
menggambarkan kecenderungan tersebut adalah ‘santrinisasi’.
Proses santrinisasi tersebut mulai dengan santri yang mengalami
re-islamisasi selama pendidikannya di pesantren karena proses penanaman ajaran
dan praktik-praktik Islam lebih intens di lingkungan sistem pendidikan
pesantren daripada sistem pendidikan lain. Selanjutnya, santri-santri membawa
pulang ilmu dan pelajaran yang mereka dapat di pesantren dan menyampaikan kepada
keluarga dan orang tuanya.Menurut teori Prof Azyumardi Azra (2001:80), santri
bahkan “mengajarkan kepada orangtua mereka yang acapkali hanya mengetahui
sedikit tentang Islam.Umumnya orang tua merasa malu akibat ketidaktahuan mereka
mengenai ajaran dan praktik Islam tertentu. Akibatnya, agar tidak mengecewakan
sang anak, mereka mulai mempelajari Islam.”
b) Masyarakat lokal
Di atas saya sudah menarik kesimpulan bahwa peran santri
dalam masyarakat adalah sebagai salah satu bagian yang mempengaruhi proses kebangkitan
Islam di Indonesia karena mereka mampu menyampaikan pelajaran yang mereka
dapatkan di pesantren untuk masyarakat.
E.
Profil Kehidupan
Sehari-Hari Santri
Budaya yang diciptakan dalam sebuah pondok pesantren
memang sangat unik.Setiap pondok memiliki budaya dan suasana yang cukup berbeda
walaupun tentu ada banyak kesamaan juga.Budaya ini terutama dibuat dari fakta
lingkungan pondok yang sangat terbatas, sifat kyai dan sifat para santri.Oleh
karena lingkungan pondok sangat terbatas dan banyak waktu harus dilewatkan di
dalam satu tempat itu, maka harus ada kehormatan dan kesabaran yang tinggi
sekali. Santri-santri harus bisa bekerja sama dan saling paham untuk menciptakan
suasana yang tenang dan cocok untuk belajar dan beribadah.
Tidak ada banyak keragaman bagi para santri dalam
kehidupan sehari-hari di pondok pesantren.Jadwal sekolah dan kegiatan-kegiatan
sehari-hari tetap, jarang berubah. Jadwal harian santri diatur menurut jam
salat karena salat lima waktu sehari pada waktu tertentu merupakan kewajiban
bagi kaum muslim.
Kegiatan-kegiatan dasar yang memenuhi hari-hari para
santri di pesantren pada umumnya bisa dikelompokkan ke dalam empat bagian,
yaitu:
- kegiatan pribadi, misalnya mandi, mencuci pakaian, membersihkan kamar, makan, membaca, mengobrol dengan teman, dan istirihat;
- kegiatan belajar, termasuk waktu belajar di kelas, mengaji di musholla dan mengerjakan PR atau belajar sendiri;
- kegiatan sembahyang
- kegiatan ekstrakurikuler, misalnya olahraga yang dilakukan dua kali seminggu, pramuka atau kesenian.
Kegiatan-kegiatan tersebut bisa dilihat di jadwal harian dasar
santri di bawah:
Jadwal Harian Dasar Santri
4.15 – bangun, wudlu
4.30 – salat Subuh
4.40 – pengajian dipimpin Pak Kyai
5.30 – mandi, membersihkan kamar…dll
6.15 – sarapan
6.45 – masuk ruang kelas
7.00 – masuk kelas pertama
12.00 – kelas terakhir
selesai
12.15 – wudlu
12.30 – salat Dhuhur
12.45 – makan siang
13.00 – kelas
13.45 – waktu bebas/belajar
15.00 – salat Ashar
15.15 – pengajian
16.00 – kegiatan
ekstrakurikuler
17.00 – mandi, wudlu…dll
17.30 – salat Maghrib
17.45 – pengajian
19.00 – salat Ishya
19.30 – makan malam
19.45 – waktu bebas/belajar
22.00 – tidur
Salah
satu aspek kehidupan sehari-hari para santri adalah ketidakperluannya untuk
diawasi atau dikelola oleh para guru atau Pak Kyai.Tentu saja kadang terjadi
kasus spesifik di mana Pak Kyai perlu ikut campur, tetapi pada umumnya
kedisiplinan para santri sangat tinggi sehingga saya tidak pernah melihat
sorang santri diperintah mengerjakan sesuatu yang seharusnya dia sudah
kerjakan.
BAB
III
KESIMPULAN
Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau wetonan.Dalam sistem ini, sekelompok murid mendengarkan seorang
guru yang membaca, menerjemahkan, dan menerangkan buku-buku Islam dalam bahasa
Arab.Kelompok kelas dari sistem bandongan
ini disebut halaqah yang artinya
sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru.Sistem sorogan juga digunakan di pondok
pesantren tetapi biasanya hanya untuk santri baru yang memerlukan bantuan
individual.
Pesantren sekarang ini dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu
pesantren Tradisional dan pesantren Modern.Sistem pendidikan
pesantren Tradisional sering disebut Sistem Salafi.Yaitu
sistem yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasiksebagai
inti pendidikan di pesantren.Pondok pesantren Modern merupakan
sistem pendidikan yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem
tradisional dan sistem sekolah formal (seperti madrasah).
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Prof.Dr.Azyumardi, 2001, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi
Menuju Milenium Baru, Penerbit Kalimah, Jakarta.
Hasbullah, Drs., 1999, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, (hl 24-27, 138-161)
No comments:
Post a Comment