Wednesday, February 22, 2012

metode dakwah

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar belakang masalah
    Kata dakwah berasal dari bahasa arab yakni da’aa, yad’u, duaa’/da’watan. Jadi kata dakwah adalah isim mashdar dari du’aa, yang keduanya mempunyai arti yang sama yaitu ajakan atau panggilan.

Asal kata du’aa ini bias diartikan dengan bermacam-macam arti, tergantung pada pemakaiannya dalam kalimat. Misalnya memanggil ia akan dia.
Menurut pendapat ulama basroh, dasar pengambilan kata dakwah itu adalah dari kata masdhar yakni da’watan yang artinya panggilan. Sedangkan menurut ulama kuffah perkataan dakwah itu diambil dari akar kata da’aa yang artinya telah memanggil.
Kata dakwah mempunyai arti ganda, tergantung kepada pemakaiannya dalam kalimat. Namun dalam hal ini yang dimaksud adalah dakwah dalm arti seruan, ajakan atau panggilan. Panggilan itu adalah kepada Alloh SWT. Untuk mengetahui dakwah secara detail maka pemakalah mengambil judul metode dakwah.

B.  Perumusan Masalah
1.   Bagaimana pengertian metode dakwah ?
2.   Apa landasan sumber dakwah ?
3.   Bagaimana metode berdakwah ?

BAB II
ALTERNATIVE URAIAN

A.  PENGERTIAN METODE DAKWAH
1)     Ada beberapa pendapat para ahli mengenai metode dakwah:
a.    Dr.  Abdul karim zaidan
Metode dakwah adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara penyampaian (tabligh) dan berusaha melenyapkan gangguan-gangguan yang  akan merintangi.
b.   Drs.  Kha. Syamsuri siddiq
Metode barsal dari bahasa Latin: methodos artinya cara atau cara bekerja, di Indonesia sering dibaca metode. Logis juga berasal dari bahasa Latin artinya ilmu, lalu menjadi kata majemuk Methodologi artinya ilmu cara bekerja. jadi Methodologi Dakwah dapat diartikan sebagai Ilmu cara Berdakwah.
c.    Drs. Salahudin Sanusi
Metode berasal dari Methodus yang artinya jalan ke methode yang telah mendapat pengertian yang diterima oleh umum yaitu cara-cara, prosedur atau rentetan gerak usaha tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Methode dakwah ialah cara-cara penyampain ajaran islam kepada individu, kelompok ataupun masyarakat supaya ajaran itu dengan cepat dimiliki, diyakini serta dijalankan.
d.   Drs. Abdul Karim Munsyi
Metode artinya cara untuk menyampaikan sesuatu. Yang dinamakan Metode Dakwah Ialah cara yang dipakai atau digunakan untuk memberikan dakwah. Metode ini penting untuk mengantarkan kepada tujuan yang akan dicapai.
Dari beberapa depinisi Metode Dakwah diatas dapat dicermati bahwa pendapat pra Ahli tersebut mempunyai kesamaan yaitu Metode Dakwah merupakan cara yang dipakai dalam menyampaikan dakwah.
Kesimpulannya Metode Dakwah adalah cara bagaimana menyampaikan dakwah sehingga sasaran dakwah atau al-mad’u mudah dicerna, dipahami, diyakinin terhadap materi yang disampaikan.

B.  SUMBER METODE SEBAGAI LANDASAN
 Pedoman utama yang tidak akan pernah berubah sampai akhir Zaman yang bersifat dinamis, Universal ialah AL-QURAN dan SUNAH. Dalam Al-Quran yang menjelaskan Metode Dakwah ialah surat An-Nahl ayat 125:
ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي احسن ان ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو اعلم بالمهتدين ( النحل: ١٢٥ )
Artinya:
Serulah oleh engkau manusia kepada jalan tuhan engkau dengan jalam hikmah dan dengan jalan pelajaran yang baik dan berdiskusilah dengan cara yang baik bahwa sesungguhnya tuhan engkau paling mengetahui terhadap orang yang sesat dari  jalannyan dan juga dia lebih mengetahui terhadap orang yang dapat petunjuk.
Pembawa Dakwah berangkat kegelanggang dakwah sudah barang tentu dia akan berhadapan dengan bermacam-macam paham dan pegangan Tradisional yang sudah berurat, berakar dan juga tingkat kecerdasannya yang berbeda-beda. Masing-masing jenis itu dihadapi dengan cara yang sepadan  dengan tingkat kecerdasannya. Untuk itu ayat Al-Quran diatas menjelaskan tentang pedoman, petunjuk serta sumber utama bagi para rosul dan para da’i dalam menyampaikan dakwah kepada manusia (ummat).
Menurut syekh Muhammad abduh yang dinukilkan oleh Muhammad Natsir tentangn surat An-Nahl ayat 125 menjelaskan, ada tiga golongan manusia yang akan dihadapi oleh para da’i yaitu:
1.   Golongan cendikiawan yang cinta kebenaran dan dapat berpikir secara kritis, cepat menangkap segala arti persoalan. mereka harus dipanggil dengan “hikmah” yakni dengan alasan bahwa golongan ini  memkpunyai daya pikir akal yang kuat.
2.   Golongan awam yakni orang kebanyaklan yang belum bias berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi. mereka itu dipanggil dengnan Golongan yang tingkat kecerdasannya antara cendikiawan dan “mau’izatulhasanah”.
3.     Golongan yang tingkat kecerdasannya antara cendikiawan dan awam. golongan ini adalah golongan yang menengah, kejadian tidak boleh mendalam, mempunyai batasan batsan tertentu, mereka harus dihadapi dengan “mujadalah billati hiya ahasan”.
Jadi menurut M. Natsir seorang da’i itu harus pandai-pandai melihat situasi dan kondisi dengan siapakah dia berhadapan dan bagaimana pula tingkat kecerdasan umat. agar sasaran dakwah dapat tercapai dengan baik maka seorang da’i berbicara sesuai dengan tingkat kecerdasan mereka masing-masing.
Dalam berdakwah ada tiga macam pendekatan yang perlu diketahui yaitu:
1.   Approach Filosofi (pendekatan ilmiyah dan akliyah), yang dihadapka kepada golongan pemikir atau kaum intelektual. karena golongan ini mempunyhai daya pikir yang kritis, maka dakwah harus bersifat logika, menggunakan analisa yang luas dan obyektip sera argument yang logis dan komperatip. pendekatan filosofis ini adaah bertujuan untuk menghidupkan pikirannya sebab mereka menerima sesuatu itu lebih mendahulukan rasio dari pada rasa.
2.   Approach Intruksional (pendekatan mau’izah atau pengajaran), pendekatan ini dalah untuk orang awam, sebab pada umumnnya daya nalar dan daya piker mereka sanngat lemah dan sederhana, mereka lebih mengutamakan unsur rasa daripada rasio. oleh sebab itu dakwah bagi mereka lebih dititik beratkan kepada bentuk pengajian, nasehat yang baik  serta mudah dipahami.
3.   Approach Diskusi (pendekatan mujadalah atu bertukar fikiran), secara informatif dialogis, karna pada umumnya ini terdapat pada golongan yang ketiga. Mereka sudah mulai maju dari golongan yang kedua yaitu golongan awam. Namun perlu diingat bahawa pelaksanaan informatif dialogis ini masih dalam dalam batas batas tertentu.
Dengan memperhatikan ketiga bentuk pendekatan dan ketiga macam golongan manusia maka dapat disimpilkan bahwa dai sangat dituntut berbicara (berdakwah) sesuai dengan tingkat daya piker dan kecerdasan ummat.
Menurut Ahmad Mustafa al-marighi menjelaskan tentang pembagian metode dakwah yang terdapat dalam surat an-nahl ayat 125 sebagai berikut :
1.     Hikmah ialah ucapan yang jelas, lagi diiringi dengan dalil yang memperjelas bagi kebenaran serta menghilangkan bagi keraguan.
2.     Wal maulizah hasanah ialah melalui dalil-dalil yang zhani (meyakinkan) yang melegakan bagi orang awam.
3.     Wajadilhum billati hiya ahsan, percakapan dan bertukar pikiran untuk memuaskan bagi orang-orang yang menentang.
Pendapat Ahmad Mustafa Al-Maraghi di atas dapat kita rinci sebagai berikut:
·       Metode Hikmah
Metode ini sasarannya adalah orang-orang intelek atau orang-orang yang berpendidikan.terhadap mereka harus dengan ucapan yang tepat, logis, diiringi dengan dalil-dalil yang sifatnya memperjelas bagi kebenran yang di sampaikan, sehingga menghilangkan keraguan mereka.
·       Metode Walmauliztil Hasanah
Metode ini sasarannya adalah orang-orang awam. materi yang akan di samapaikan kepada mereka harus sesuai dengan daya tangkap mereka.
·       Metode Wajadilhum Billati Hiya Ahsan
Bentuk metode ini adalah golongan pertengahan. Sebaiknya mereka ini di ajak untuk berdialog atau bertukar pikiran (berdiskusi).

C.    METODE DAKWAH YANG DI MAKSUD
Metode dakwah yang tepat guna dan siap pakai ini tidak akan keluar dari sumber pertama dan utama yakni yang telah  di gariskan oleh Al-Qur’an dan Hadits.
Adapun proses metode yang di maksud oleh Al Quran dan Hadits adalah:
1.     Mengenal Almad’u
Almad’u artinya mengenal manusia sebagai sasaran dakwah tidak di ragukan lagi kebenaranya dimana unsur tersebut berperan sekali terhadap keberhasilan dan kesuksesan dakwah karna mengingat di antaranya:
a.      Adanya seruan dari sabda Nabi-Nabi Alloh seperti:
قال النبي صلى الله عليه وسلم : خاطبوا الناس على قدر عقولهم.
Artinya :
Rosululloh SAW bersabda berbicarlah kamu kepada manusia itu sesuai  dengan kadar kemampuan akal mereka.
 قال عيسى عليه السلام : كونوا كالطبيب الرفيق يضع الدواء فى موضع الداء.
Artinya :
Nabi Isa AS bersabda jadilah kamu sebagai dokter yang ahli sehingga dapat menempatkan obat sesuai dengan penyakitnya.
b.     argumentasi dari para ahli di antaranya
1.   Ali Bin Abi Tholib berkata:
Artinya: apakah kamu suka bahwa alloh dan rosulnyah di dustai orang berbicaralah kepada manusia dengan pengetahuan dan tinggalkanlah sesuatu yang membuat mereka ingkar.
2.   Ali Mahfud dalam bukunya hidayatul mursyidin adalah tukarlah setiap orang itu sesuai dengan ukuran akalnya dan timbanglah dia sesuai dengan bobot pemahamanya.
3.   M. Natsir
     Maka akan sulit bagi seorang mubaligh mencernakan isi dan cara berdakwah yang tepat apabila dia tidak lebih dahulu mengetahui tentang corak, sifat-sifat, tingkat kecerdasan, kepercayan yang tradisional dan aliran-aliran dari luar yang mempengaruhi masyarakat yang sedang dihadapinya.
Melalui keterangan-keterangan tersebut semakin jelas bahwa setiap da’I dituntut agar mengetahui dengan siapa dia berhadapan, untuk itu para da’I hendaknya mampu menempatkan diri sesuai dengan keadan ummat. Ada dua faktor yang dapat dijadikan alat pengukur untuk mengukur tingkat daya fikir ummat yang akan dihadapi.
1.   Tingkat pendidikan
Dengan mengetahui tingkat pendidikan Al-Mad’u tersebut, da’I akan dapat memperkirakan sampai dimana kemampuan daya tangkapnya. Umpamanya al-mad’unya tamatan SD, maka kepada mereka bahasa dakwah yang sesuai adalah yang bersifat sederhana.
2.   Umur atau pengalaman
Dengan mengetahui unsur ini, seorang da’I akan dapat memperkirakan tingkat daya piker si pendengar seperti apakah si pendengar anak-anak, remaja, dewasa dan orang yang lanjut usia.
Agar tercapai tujuan dakwah dengan baik maka seorang da’I sangat dituntut untuk mencari materi dakwah yang tepat supaya antara si pendengar dengan da’I mempunyai titik temu yang baik.
Adapun yang akan mempengaruhi pemikiran al-ma’du adalah:
1.     Profesi atau pekerjaan
Profesi atau tugas jelas sangat mempengaruhi pemikiran seseorang.
2.     Paham mazhab yang sedang dianut
Paham yang mereka anut tersebut meiliki perinsif tersendiri pula. Umpamanya pengikut mazhab syafi’I umumnya apa yang disampaikan da’I mereka akan cepat yakin.
3.     Adat istiadat setempat
Menurut pengalaman biasanya dipedesaan dimana akal seakan-akan tidak berfungsi lagi karna mempertahankan adatnya.
4.     Tempat
Antara orang kota dengan orang desa berbeda cara berfikirnya. Secara psikologis orang kota pada umumnya “egois”  yakni lebih mementingkan diri sendiri dan agak tipis sosialnya. Sedangkan orang desa lebih menampakan rasa kebersamaannya.
2.     Mengenal bentuk acara yang akan dihadapi
Hal ini disebabkan adanya bentuk-bentuk acara itu yang terkait kepada waktu dan materi. Seperti khutbah jum’at dan terkait dengan materi.
2)     Referensi uraian:
a.   Dr. abdul karim zaidan, Ushulud Dakwah, penerbit darul amar al-khatab, bagdad 1975, hal. 6.
b.   Drs. H. syamsuri shiddiq, Dakwah Dan Tehnik Berkhotbah, penerbit, al-ma’arif  Bandung, 1981, hal. 13.
c.   Drs. Salahuddin sanusi, Metode Diakui Dalam Dakwah, pen. CV. Ramadani, semarang, hal. 11.
d.   Drs. Abdul kadir munsyi, Methode Diskusi.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan.
Dengan mengetahui bentuk-bentuk acara tersebut insya Alloh para da’I akan dapat menempatkan diri sesuai dengan situasi dan kondisi dan akan selalu hati-hati dalam menggunakan waktu, metode dan materi.
 


No comments:

Post a Comment