Saturday, March 24, 2012

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASUL DAN KHALIFAH

Pembentukan moral yang tinggi adalah tujuan utama dari pendidikan Islam. Pada ulama telah berusaha menanamkan akhlak yang mulia, meresapkan fadhilah dalam jiwa manusia, membiasakan mereka berpegang teguh kepada moral yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela. Ilmu di masa Rasul dan khalifah adalah suatu yang paling berharga di dunia. Sedangkan ulama yang beramal adalah pewaris para Nabi, seseorang tidak akan sanggup menjalankan mission (tugas-tugas) ilmiah kecuali bila ia berhias dengan akhlak yang tinggi, jiwanya bersih dari berbagai celaan. Dengan jalan ilmu dan amal serta kerja yang baik, rohani mereka meningkat naik mendekati Maha Pencipta yaitu Allah SWT.
Pendidikan Islam mengutamakan segi kerohanian dan moral, maka segi pendidikan mental, jasmani, matematik, ilmu sosial dan jurusan-jurusan praktis tidak diabaikan begitu saja, sehingga dengan demikian pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang komplit dan pendidikan tersebut telah meninggalkan bekas yang tidak dapat dibantah dibidang keimanan, aqidah dan pencapaian ilmu karena zat ilmiah itu sendiri. Pada masa Rasul telah memiliki perkembangan diberbagai bidang, misalnya ilmiah, kesusasteraan dan kebendaan, tetapi belum sampai ke tingkah rohaniah dan akhlak yang tinggi seperti yang pernah dicapai oleh kaum muslimin di masa kejayaannya.
A. Lembaga Pendidikan Pada Masa Rasul dan Khalifah
Adapun alasan yang muncul bagi penentuan ilmu, yang menuntutnya dijadikan tugas agama, satu hal yang pasti adalah bahwa ayat-ayat al-Qur’an dan ucapan Rasul yang menekankan kepentingan belajar bersama fakta, bahwa simbol sentral dari wahyu Islam adalah sebuah kitab, menjadikan belajar tidak dapat dipisahkan dari agama yang menjadi tempat utama dimana pengajaran dilaksanakan dalam Islam adalah masjid, dan sejak dekade pertama sejarah Islam, lembaga pengajaran sebagian besar tetap tak dapat dipisahkan dari masjid dan biasanya dibiayai dengan shadaqah agama.
Masjid mulai berfungsi sebagai sekolah sejak pemerintahan khalifah kedua, yaitu “Umar” yang mengangkat “penutur” sebagai qashsh untuk masjid di kota-kota, umpama Kufa, Bashrah, dan Damsyik guna membacakan Qur’an dan hadits (sunnah Nabi), dari pengajaran awal dalam bahasa dan agama ini lahirlah sekolah dasar rakyat (Maktab) dan juga pusat pengajaran lanjutan, yang berkembang menjadi universitas-universitas pertama abad pertengahan, dan yang akan menjadi model bagi universitas permulaan di Eropa pada abad 11 dan ke-12.
Tujuan maktab yang masih bertahan di banyak bagian dunia Islam, yaitu memperkenalkan remaja dengan ilmu membaca, menulis, dan lebih khusus dengan prinsip-prinsip agama. Jadi maktab berfungsi disamping sebagai pusat pendidikan agama dan sastra bagi masyarakat umum, juga sebagai sesuatu yang lebih menarik bagi studi kita ini tingkat persiapan bagi lembaga pengajaran lanjutan, dimana sains diajarkan dan dikembangkan.
Pada masa ini pula, muncul kelompok tabi’in yang berguru pada lulusan awal, di antara yang paling terkenal adalah Rabi’ah al-Razi yang membuka pertemuan ilmiah di Masjid Nabawi, adapun murid-muridnya adalah Malik bin Anas al-Asbahi pengarang kitab “al-Muwatta” dan pendiri mazhab Maliki. Sedangkan ulama-ulama tabi’in adalah Sa’id bin al-Musayyab, Urwah bin al-Zubair, Salim Mawla bin Umar dan lain-lain. Di antara yang belajar pada Ibnu Abbas adalah Mujahid (w. 105 H), Sa’id bin Jubair (w. 94 H), Ikrimah Mawla ibn Abbas, Tawus al-Yammani, ‘Ata bin Abi Rabah, semuanya dari Mekah. Di antara tabi’in itu juga adalah al-Hasan al-Basri yang belajar pada Rabi’ah al-Ra’y di Madinah, kemudian kembali ke Bashrah yang dikunjungi oleh penuntut-penuntut ilmu dari seluruh pelosok negeri Islam.
Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam
Ketika agama Islam diturunkan Allah, sudah ada di antara para sahabat yang pandai tulis baca. Kemudian tulis baca tersebut ternyata mendapat tempat dan dorongan yang kuat dalam Islam, sehingga berkembang luas di kalangan umat Islam. Ayat al-Qur’an yang pertama diturunkan, telah memerintahkan untuk membaca dan memberikan gambaran bahwa kepandaian membaca dan menulis merupakan sarana utama dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam pandangan Islam. Kepandaian tulis baca dalam kehidupan sosial dan politik umat Islam ternyata memegang peranan penting, sejak nama Nabi Muhammad saw digunakan sebagai media komunikasi dakwah kepada bangsa-bangsa di luar bangsa Arab, dan dalam menuliskan berbagai macam perjanjian. Pada masa Khulafaur Rasyidin dan masa-masa selanjutnya tulis baca digunakan dalam komunikasi ilmiah dan berbagai buku ilmu pengetahuan. Karena tulis baca semakin terasa perlu, maka maktab berbagai tempat belajar, menulis dan membaca, terutama bagi anak-anak, berkembang dengan pesat. Pada mulanya, di awal perkembangan Islam maktab tersebut dilaksanakan di rumah guru-guru yang bersangkutan dan yang diajarkan adalah semata-mata menulis dan membaca, sedangkan yang ditulis atau dibaca adalah syair-syair yang terkenal pada masanya.
Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Berdirinya Sekolah
Amalan Rasulullah saw diikuti oleh para sahabat dan pengikut-pengikutnya dan juga kaum muslimin kemudian semakin berkembang negara Islam, semakin banyak pula masjid didirikan untuk memainkan peranannya yang penting dalam masyarakat. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, negeri Parsi, Syam, Mesir dan seluruh semenanjung tanah Arab ditaklukkan, masjid-masjid didirikan di semua kampung sebagai tempat ibadah dan pusat pendidikan Islam.
B. Pusat Pendidikan Islam Pada Masa Rasul dan Khalifah
Bahwa meluasnya daerah kekuasaan Islam dibarengi dengan usaha penyampaian ajaran Islam kepada penduduknya oleh para sahabat, baik yang ikut sebagai anggota pasukan maupun yang kemudian dikirim oleh khalifah dengan tugas khusus mengajar dan mendidik, maka di luar Madinah, dipusat-pusat wilayah yang baru dikuasai, berdirilah pusat pendidikan dibawah pengurusan para sahabat yang kemudian dikembangkan oleh para tabi’in.
Mahmud Yunus dalam bukunya “Sejarah Pendidikan Islam” menerangkan bahwa pusat pendidikan tersebar di kota-kota besar seperti:
1. Kota Makkah dan Madinah (Hijaz)
2. Kota Bashrah dan Kuffah (Irak)
3. Kota Damsyik dan Palestina (Syam)
4. Kota Fistat (Mesir).
Pada masa itu pula timbullah madrasah, madrasah yang masih merupakan sekedar tempat memberikan pelajaran dalam bentuk khalaqah di masjid atau tempat pertemuan yang lain.
C. Madrasah-Madrasah yang Terkenal dan Para Tokohnya
1. Madrasah Makkah
Guru pertama yang mengajar di Makkah adalah Mu’ad bin Jabal, pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86 H). Abdullah bin Abbas pergi ke Makkah, lalu dia mengajar tafsir, hadits, fiqih, dan sastra. Abdullah bin Abbas adalah pembangun madrasah Makkah. Di antara murid Ibn Abbas yang menggantikannya sebagai guru di madrasah Mekkah adalah Mujahid bin Jabar (seorang ahli tafsir al-Qur’an yang meriwayatkannya dari Ibn Abbas), Atak bin Abu Rabah (ahli dalam fiqh), dan Tawus bin Kaisan (seorang fuqaha) dan mufti di Makkah, dan seterusnya diwariskan kepada muridnya juga.
2. Madrasah Madinah
Di sinilah madrasah termasyhur, karena khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman serta banyak pula sahabat Nabi yang mengajar. Seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Umar. Zaid bin Sabit adalah seorang ahli qiraat dan fiqih, beliau mendapat tugas memimpin penulisan kembali al-Qur’an, baik di zaman Abu Bakar ataupun Usman bin Affan. Sedangkan Abdullah bin Umar adalah ahli hadits, beliau juga sebagai pelopor madzhab Ahl al-Hadits yang berkembang.
Adapun ulama-ulama sahabat yang gugur kemudian digantikan muridnya adalah :
a. Sa’ad bin Musyayab
b. Urwah bin al-Zubair bin al-Awwan.
3. Madrasah Bashrah
Ulama sahabat yang terkenal di Bashrah adalah Abu Musa al-Asy’ari (sebagai ahli fiqih, hadits dan ilmu al-Qur’an). Sedangkan Anas bin Malik (terkenal dalam ilmu Hadits), guru yang terkenal adalah Hasan al-Basari dan Ibn Sirin. Hasan al-Basri disamping seorang ahli fiqh, ahli pidato dan kisah, juga terkenal sebagai seorang ahli pikir dan ahli tasawuf. Ia dianggap sebagai perintis mazhab ahl as-sunnah dalam lapangan ilmu kalam. Sedangkan Ibn Sirin adalah seorang ahli hadits dan fiqh yang belajar langsung dari Zaid bin Sabit dan Anas bin Malik.
4. Madrasah Kufah
Di Kufah ada Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali bin Abi Thalib mengurus masalah politik dan urusan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru agama. Ibn Mas’ud adalah utusan resmi khalifah Umar untuk menjadi guru agama di Kufah. Beliau adalah seorang ahli tafsir, ahli fiqh dan banyak meriwayatkan hadits Nabi saw, di antara murid Ibn Mas’ud yang terkenal adalah Alqamah, al-Aswad, Masruq, al-Haris bin Qais dan Amr bin Syurahbil. Madrasah Kufah ini kemudian melahirkan Abu Hanifah salah imam mazhab yang terkenal dengan penggunaan ra’yu dalam berijtihad.
5. Madrasah Fistat (Mesir)
Tokohnya Abdullah bin Amr bin al-As. Ia adalah seorang ahli hadits, ia tidak hanya menghafal hadits yang didengarnya dari Nabi Muhammad saw saja, melainkan juga menuliskannya dalam bentuk catatan, sehingga ia tidak lupa dalam meriwayatkan hadits kepada para muridnya. Guru termasyhur setelahnya adalah Yazid bin Abu Habib al-Huby dan Abdullah bin Abu Ja’far bin Rabi’ah. Di antara murid Yazid yang terkenal adalah Abdullah bin Lahi’ah dan al-Lais bin Sa’id.
D. Cara Pengajaran / Penyampaian Ilmunya
Ada empat orang Abdullah yang besar sekali jasanya dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada muridnya, yaitu :
1) Abdullah bin Umar di Madinah
2) Abdullah bin Mas’ud di Kufah
3) Abdullah bin Abbas di Makkah
4) Abdullah bin Amr bin al-Ash di Mesir.
Sahabat-sahabat itu tidak menghafal semua perkataan Nabi dan tidak melihat semua perbuatannya. Dia hanya menghafal setengahnya. Maka oleh karena itu, kadang-kadang hadits yang diajarkan oleh ulama di Madinah belum tentu sama dengan hadits yang diajarkan ulama di Makkah. Oleh sebab itu, para pelajar harus belajar di luar negerinya untuk melanjutkan studi. Misalnya, pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah dan lain-lain seperti hadits Nabi :
طَلَبُ الْعِلْمِ وَلَوْ بِالسِّنّ
“Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina”.
Yang dimaksud di sini adalah pengajaran ilmu al-Qur’an dan sunnahnya. Pada awalnya saat permulaan turunnya al-Qur’an Nabi mengajarkan Islam secara sembunyi-sembunyi. Mereka berkumpul membaca al-Qur’an dan memahami kandungan setiap ayat yang diturunkan Allah dengan jalan bertadarus.
Pengajaran al-Qur’an tersebut berlangsung terus sampai Nabi Muhammad saw bersama pada sahabatnya hijrah ke Madinah. Sejalan dengan itu, berpindahlah pusat pengajaran al-Qur’an ke Madinah. Penghafalan dan penulisan al-Qur’an berjalan terus sampai masa akhir turunnya. Dengan demikian al-Qur’an menjadi bagian dari kehidupan mereka. Selanjutnya untuk memantapkan al-Qur’an dalam hafalannya, Nabi Muhammad saw sering mengadakan ulangan terhadap hafalan-hafalan mereka.
Al-Qur’an adalah dasar pengajaran, fondasi semua kebiasaan yang akan dimiliki kelak. Sebabnya ialah segala yang diajarkan pada masa muda seseorang, berakar lebih dalam dari pada yang lainnya.
Sedangkan pada masa Khulafaur Rasyidin, cara pengajaran dan penyampaian ilmunya masih sama pada masa Nabi Muhammad saw, yaitu meneruskan jejak Nabi.
KESIMPULAN
Kesimpulannya bahwa sejarah pendidikan Islam di masa Rasul dan Khulafaur Rasyidin sangat menekankan pada pemahaman dan penghafalan al-Qur’an. Pada masa ini keilmuan yang berkembang belum terlalu meluas seperti pada masa setelahnya. Adapun cara pengajarannya sangat sederhana yaitu dengan bertatapan langsung antara pendidik dan peserta didiknya, sehingga pelajaran lebih cepat dipahami.

Wednesday, March 21, 2012

metodologi dakwah


Bab I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang diperkenalkan di Jawa sekitar 500 tahun yang lalu.Sejak saat itu, lembaga pesantren tersebut telah mengalami banyak perubahan dan memainkan berbagai macam peran dalam masyarakat Indonesia.
Pada zaman walisongo, pondok pesantren memainkan peran penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa.Juga pada zaman penjajahan Belanda, hampir semua peperangan melawan pemerintah kolonial Belanda bersumber atau paling tidak dapat dukungan sepenuhnya dari pesantren.Selanjutnya, pondok pesantren berperan dalam era kebangkitan Islam di Indonesia yang menurut Prof. Azyumardi Azra telah terlihat dalam dua dekade terakhir ini.Akhirnya, pada awal abad ke-21 ini, dalam konteks peran Amerika Serikat melawan terorisme dan penangkapan pelaku peledakan bom di Bali.pondok pesantren dituding memainkan peran sebagai lembaga pendidikan yang menyebarkan ajaran Islam ekstrim.
Tuduhan tersebut adalah hal yang sangat serius bagi lembaga-lembaga pondok pesantren di Indonesia, terutama pada saat ini ketika Amerika Serikat dan sekutunya sedang mencari dan mencoba menebak tindakan berikut jaringan teroris yang ternyata sudah muncul di Indonesia.
Stigma ‘sarang teroris’ yang belakangan ini melekat pada pondok pesantren di Indonesia berdasarkan dari proses pencarian dan penangkapan pelaku peledakan bom di Bali.Ada dua hal utama dari investigasi peledakan bom di Bali tersebut yang penting dalam tuduhan pondok pesantren ini.Pertama, penangkapan Kyai Abubakar Basyir yang dituduh berkaitan dengan kepemimpinan jaringan teroris Jemaah Islamiyah (JI) di Indonesia dan Asia Tenggara.Kedua, penangkapan dan pengakuan tiga orang saudara dari pondok pesantren di desa Tenggulun, Jawa Timur yang merencanakan dan melakukan peledakan bom di Bali.Ini berarti bahwa memang ada kaitan di antara pondok pesantren di Indonesia dan jaringan teroris internasional.
Masalahnya muncul karena bukti ini harus dilihat dengan sikap proporsional.Walaupun beberapa pondok pesantren dituduh berkaitan dengan jaringan teroris internasional dan tindakan ekstrim, itu tidak berarti bahwa semua pondok pesantren menyebarkan ajaran Islam.


Bab II
ANALISA METODOLOGI DAKWAH
Melalui Pondok Pesantren
A.    Unsur-Unsur Sebuah Pesantren
Untuk memberi definisi sebuah pondok pesantren, harus kita melihat makna perkataannya.Kata pondok berarti tempat yang dipakai untuk makan dan istirahat.Istilah pondok dalam konteks dunia pesantren berasal dari pengertian asrama-asrama bagi para santri. Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pedi depan dan akhiran anberartitempat tinggal para santri.Maka pondok pesantren adalah asrama tempat tinggal para santri.Menurut Wahid “pondok pesantren mirip dengan akademi militer atau biara (monestory, convent) dalam arti bahwa mereka yang berada di sana mengalami suatu kondisi totalitas.”
Sekarang di Indonesia ada ribuan lembaga pendidikan Islam terletak diseluruh nusantara dan dikenal sebagai dayah dan rangkang di Aceh, surau di Sumatra Barat, dan pondok pesantren di Jawa . Pondok pesantren di Jawa itu membentuk banyak macam-macam jenis.Perbedaan jenis-jenis pondok pesantren di Jawa dapat dilihat dari segi ilmu yang diajarkan, jumlah santri, pola kepemimpinan atau perkembangan ilmu teknologi.Namun demikian, ada unsur-unsur pokok pesantren yang harus dimiliki setiap pondok pesantren. Unsur-unsur pokok pesantren, yaitu kyai.masjid, santri, pondok dan kitab Islam klasik (atau kitab kuning), adalah elemen unik yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya.
ý  Kyai
Peran penting kyai dalam pendirian, pertumbuhan, perkembangan dan pengurusan sebuah pesantren berarti dia merupakan unsur yang paling esensial.Sebagai pemimpin pesantren, watak dan keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta ketrampilan kyai.Dalam konteks ini, pribadi kyai sangat menentukan sebab dia adalah tokoh sentral dalam pesantren.
Istilah kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa, perkataan kyai dipakai untuk tiga jenis gelar yang berbeda, yaitu:
a.         sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat. contohnya, “kyai garuda kencana” dipakai untuk sebutkan kereta emas yang ada di Kraton Yogyakarta.
b.         gelar kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya.
c.         gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.
ý Masjid
Sangkut paut pendidikan Islam dan masjid sangat dekat dan erat dalam tradisi Islam di seluruh dunia.Dahulu, kaum muslimin selalu memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai tempat lembaga pendidikan Islam. Sebagai pusat kehidupan rohani,sosial dan politik, dan pendidikan Islam, masjid merupakan aspek kehidupan sehari-hari yang sangat penting bagi masyarakat. Dalam rangka pesantren, masjid dianggap sebagai “tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, dan sembahyang Jumat, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.” (Dhofier 1985:49) Biasanya yang pertama-tama didirikan oleh seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren adalah masjid.Masjid itu terletak dekat atau di belakang rumah kyai.
ý Santri
Santri merupakan unsur yang penting sekali dalam perkembangan sebuah pesantren karena langkah pertama dalam tahap-tahap membangun pesantren adalah bahwa harus ada murid yang datang untuk belajar dari seorang alim.Kalau murid itu sudah menetap di rumah seorang alim, baru seorang alim itu bisa disebut kyai dan mulai membangun fasilitas yang lebih lengkap untuk pondoknya.
Santri biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu santri kalong dan santri mukim.Santri Kalongmerupakan bagian santri yang tidak menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah masing-masing sesudah selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren.Santri kalong biasanya berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren jadi tidak keberatan kalau sering pergi pulang.Makna Santri Mukimialah putera atau puteri yang menetap dalam pondok pesantren dan biasanya berasal dari daerah jauh. Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan menetap di sebuah pesantren yang jauh merupakan suatu keistimewaan untuk santri karena dia harus penuh cita-cita, memiliki keberanian yang cukup dan siap menghadapi sendiri tantangan yang akan dialaminya di pesantren.
ý Pondok
Definisi singkat istilah ‘pondok’ adalah tempat sederhana yang merupakan tempat tinggal kyai bersama para santrinya. Di Jawa, besarnya pondok tergantung pada jumlah santrinya. Adanya pondok yang sangat kecil dengan jumlah santri kurang dari seratus sampai pondok yang memiliki tanah yang luas dengan jumlah santri lebih dari tiga ribu.Tanpa memperhatikan berapa jumlah santri, asrama santri wanita selalu dipisahkan dengan asrama santri laki-laki.
Komplek sebuah pesantren memiliki gedung-gedung selain dari asrama santri dan rumah kyai, termasuk perumahan ustad, gedung madrasah, lapangan olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian dan/atau lahan pertenakan. Kadang-kadang bangunan pondok didirikan sendiri oleh kyai dan kadang-kadang oleh penduduk desa yang bekerja sama untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan.
Salah satu niat pondok selain dari yang dimaksudkan sebagai tempat asrama para santri adalah sebagai tempat latihan bagi santri untuk mengembangkan ketrampilan kemandiriannya agar mereka siap hidup mandiri dalam masyarakat sesudah tamat dari pesantren. Santri harus memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan diberi tugas seperti memelihara lingkungan pondok.
Sistem asrama ini merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan Islam lain seperti sistem pendidikan di daerah Minangkabau yang disebut surau atau sistem yang digunakan di Afghanistan.
ý Kitab-Kitab Islam Klasik
Kitab-kitab Islam klasik dikarang para ulama terdahulu dan termasuk pelajaran mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agam Islam dan Bahasa Arab.Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab Islam klasik sering disebut kitab kuning oleh karena warna kertas edisi-edisi kitab kebanyakan berwarna kuning.
Menurut Dhofier (1985:50),“pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik…. merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren.”Pada saat ini, kebanyakan pesantren telah mengambil pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian yang juga penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik masih diberi kepentingan tinggi.Pada umumnya, pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih mendalam dan tingkatan suatu pesantren bisa diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan.
Ada delapan macam bidang pengetahuan yang diajarkan dalam kitab-kitab Islam klasik, termasuk:
1.      Nahwu Dan Saraf (morfologi)
2.      Fiqh
3.      Usul Fiqh
4.      Hadis
5.      Tafsir
6.      Tauhid
7.      Tasawwuf Dan Etika
8.      cabang-cabang lain seperti Tarikh dan Balaghah.
Semua jenis kitab ini dapat digolongkan kedalam kelompok menurut tingkat ajarannya, misalnya: tingkat dasar, menengah dan lanjut. Kitab yang diajarkan di pesantren di Jawa pada umumnya sama.
B.     Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Di Indonesia
Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, pendidikan Islam merupakan kepentingan tinggi bagi kaum muslimin.Tetapi hanya sedikit sekali yang dapat kita ketahui tentang perkembangan pesantren di masa lalu, terutama sebelum Indonesia dijajah Belanda, karena dokumentasi sejarah sangat kurang.Bukti yang dapat kita pastikan menunjukkan bahwa pemerintah penjajahan Belanda memang membawa kemajuan teknologi ke Indonesia dan memperkenalkan sistem dan metode pendidikan baru.Namun, pemerintahan Belanda tidak melaksanakan kebijaksanaan yang mendorong sistem pendidikan yang sudah ada di Indonesia, yaitu sistem pendidikan Islam.Malah pemerintahan penjajahan Belanda membuat kebijaksanaan dan peraturan yang membatasi dan merugikan pendidikan Islam.Ini bisa kita lihat dari kebijaksanaan berikut.
Pada tahun 1882 pemerintah Belanda mendirikan Priesterreden (Pengadilan Agama) yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan pesantren. Tidak begitu lama setelah itu, dikeluarkan Ordonansi tahun 1905 yang berisi peraturan bahwa guru-guru agama yang akan mengajar harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat. Peraturan yang lebih ketat lagi dibuat pada tahun 1925 yang membatasi siapa yang boleh memberikan pelajaran mengaji.Akhirnya, pada tahun 1932 peraturan dikeluarkan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau yang memberikan pelajaran yang tak disukai oleh pemerintah.
Peraturan-peraturan tersebut membuktikan kekurangadilan kebijaksanaan pemerintah penjajahan Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia.Namun demikian, pendidikan pondok pesantren juga menghadapi tantangan pada masa kemerdekaan Indonesia. Setelah penyerahan kedaulatan pada tahun 1949, pemerintah Republik Indonesia mendorong pembangunan sekolah umum seluas-luasnya dan membuka secara luas jabatan-jabatan dalam administrasi modern bagi bangsa Indonesia yang terdidik dalam sekolah-sekolah umum tersebut..Dampak kebijaksanaan tersebut adalah bahwa kekuatan pesantren sebagai pusat pendidikan Islam di Indonesia menurun.Ini berarti bahwa jumlah anak-anak muda yang dulu tertarik kepada pendidikan pesantren menurun dibandingkan dengan anak-anak muda yang ingin mengikuti pendidikan sekolah umum yang baru saja diperluas.Akibatnya, banyak sekali pesantren-pesantren kecil mati sebab santrinya kurang cukup banyak.
Jika kita melihat peraturan-peraturan tersebut baik yang dikeluarkan pemerintah Belanda selama bertahun-tahun maupun yang dibuat pemerintah RI, memang masuk akal untuk menarik kesimpulan bahwa perkembangan dan pertumbuhan sistem pendidikan Islam, dan terutama sistem pesantren, cukup pelan karena ternyata sangat terbatas. Akan tetapi, apa yang dapat disaksikan dalam sejarah adalah pertumbuhan pendidikan pesantren yang kuatnya dan pesatnya luar biasa. Seperti yang dikatakan Zuhairini (1997:150), ternyata “jiwa Islam tetap terpelihara dengan baik” di Indonesia.
Menurut survai yang diselenggarakan kantor Urusan Agama yang dibentuk oleh Pemerintah Militer Jepang di Jawa tahun 1942 mencatat jumlah madrasah, pesantren dan murid-muridnya seperti terlihat berikutnya dalam Tabel 1:
TABEL 1: Jumlah pesantren, madrasah dan santri di Jawa dan Madura pada tahun 1942 (Survai kantor Urusan Agama)

Propinsi Daerah
Jumlah Pesantren dan Madrasah
Jumlah Santri
Jakarta
167
14 513
Jawa Barat
1 046
69 954
Jawa Tengah
351
21 957
Tawa Timur
307
32 931
Jumlah:
1 871
139 415

TABEL 2: Jumlah pesantren dan santri di Jawa pada tahun 1978. (Laporan Departement Agama RI)

Propinsi Daerah
Jumlah Pesantren
Jumlah Santri
Jakarta
27
15 767
Jawa Barat
2 237
305 747
Jawa Tengah
430
65 070
Tawa Timur
1 051
290 790
Jumlah:
3 745
675 364

Dalam Tabel 2, dapat kita melihat bahwa hampir empat dasawarsa kemudian, jumlah pesantren di Jawa telah bertambah kurang lebih empat kali. Statistik dari Tabel 2, yang dikumpulkan dari laporan Departemen Agama RI pada tahun 1978 yang mengenai keadaan pesantren di Jawa, menunjukkan bahwa sistem pendidikan pesantren di Jawa dipelihara, dikembangkan dan dihargai oleh masyarakat umat Islam di Indonesia. Kekuatan pondok pesantren dapat dilihat dari segi lain, yaitu walaupun setelah Indonesia merdeka telah berkembang jenis-jenis pendidikan Islam formal dalam bentuk madrasah dan pada tingkat tinggi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), namun secara luas, kekuatan pendidikan Islam di Jawa masih berada pada sistem pesantren.
Dari data-data tersebut harus kita bertanya, mengapa pesantren begitu sanggup menahan dan berkembang selama bertahun-tahun penuh dengan tantangan dan kesulitan yang dibuat baik pemerintah Belanda maupun pemerintah RI?Menurut saya, sistem pendidikan pondok pesantren mampu bertahan dan tetap berkembang karena siap menyesuaikan dan memoderenkan tergantung pada keadaan yang sebenarnya ada di Indonesia.Sejak awalnya, pesantren di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dan tantangan karena dipengaruhi keadaan sosial, politik, dan perkembangan teknologi di Indonesia serta tuntutan dari masyarakat umum. Oleh karena itu, pada masa ini di dunia pesantren terjadi pembangunan sistem pendidikan pesantren modern yang akan dibahasi dalam bagian berikut.
C.    Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Dulu, pusat pendidikan Islam adalah langgar masjid atau rumah sang guru, di mana murid-murid duduk di lantai, menghadapi sang guru, dan belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu malam hari biar tidak mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari. Menurut Zuhairini (1997:212), tempat-tempat pendidikan Islam nonformal seperti inilah yang “menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren.” Ini berarti bahwa sistem pendidikan pada pondok pesantren masih hampir sama seperti sistem pendidikan di langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama.
Pendidikan pesantren memiliki dua sistem pengajaran, yaitu sistem sorogan, yang sering disebut sistem individual, dan sistem bandongan atau wetonan yang sering disebut kolektif. Dengan cara sistem sorogan tersebut, setiap murid mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung dari kyai atau pembantu kyai. Sistem ini biasanya diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan Qurán dan kenyataan merupakan bagian yang paling sulit sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari murid. Murid seharusnya sudah paham tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di pesantren.
Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau wetonan.Dalam sistem ini, sekelompok murid mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, dan menerangkan buku-buku Islam dalam bahasa Arab.Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang artinya sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru.Sistem sorogan juga digunakan di pondok pesantren tetapi biasanya hanya untuk santri baru yang memerlukan bantuan individual.
Pesantren sekarang ini dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu pesantren Tradisional dan pesantren Modern.Sistem pendidikan pesantren Tradisional sering disebut sistem salafi.Yaitu sistem yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasiksebagai inti pendidikan di pesantren.Pondok pesantren Modernmerupakan sistem pendidikan yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem tradisional dan sistem sekolah formal (seperti madrasah).
Tujuan proses modernisasi pondok pesantren adalah berusaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan yang bisa dilihat di pesantren modern termasuk: mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar dirinya, diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.
D.    Peran Santri Dalam Masyarakat
a) Masyarakat Umum
Menurut Prof. Azyumardi Azra (2001:80), santri memainkan peran penting dalam kecenderungan islamisasi atau re-islamisasi di kalangan umat Islam Indonesia yang, menurut dia, telah terlihat dalam dua dekade terakhir ini. Proses ‘kebangkitan Islam’ ini diindikasikan oleh bertambahnya jumlah masjid dan tempat ibadah lainnya di Indonesia, pertumbuhan jumlah orang yang pergi haji ke Arab Saudi, dan berdirinya organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga Islam baru, seperti Bank Islam dan Asuransi Islam.Istilah selain dari kebangkitan Islam yang sering dipakai di Indonesia untuk menggambarkan kecenderungan tersebut adalah ‘santrinisasi’.
Proses santrinisasi tersebut mulai dengan santri yang mengalami re-islamisasi selama pendidikannya di pesantren karena proses penanaman ajaran dan praktik-praktik Islam lebih intens di lingkungan sistem pendidikan pesantren daripada sistem pendidikan lain. Selanjutnya, santri-santri membawa pulang ilmu dan pelajaran yang mereka dapat di pesantren dan menyampaikan kepada keluarga dan orang tuanya.Menurut teori Prof Azyumardi Azra (2001:80), santri bahkan “mengajarkan kepada orangtua mereka yang acapkali hanya mengetahui sedikit tentang Islam.Umumnya orang tua merasa malu akibat ketidaktahuan mereka mengenai ajaran dan praktik Islam tertentu. Akibatnya, agar tidak mengecewakan sang anak, mereka mulai mempelajari Islam.”
b) Masyarakat lokal
Di atas saya sudah menarik kesimpulan bahwa peran santri dalam masyarakat adalah sebagai salah satu bagian yang mempengaruhi proses kebangkitan Islam di Indonesia karena mereka mampu menyampaikan pelajaran yang mereka dapatkan di pesantren untuk masyarakat.
E.     Profil Kehidupan Sehari-Hari Santri
Budaya yang diciptakan dalam sebuah pondok pesantren memang sangat unik.Setiap pondok memiliki budaya dan suasana yang cukup berbeda walaupun tentu ada banyak kesamaan juga.Budaya ini terutama dibuat dari fakta lingkungan pondok yang sangat terbatas, sifat kyai dan sifat para santri.Oleh karena lingkungan pondok sangat terbatas dan banyak waktu harus dilewatkan di dalam satu tempat itu, maka harus ada kehormatan dan kesabaran yang tinggi sekali. Santri-santri harus bisa bekerja sama dan saling paham untuk menciptakan suasana yang tenang dan cocok untuk belajar dan beribadah.
Tidak ada banyak keragaman bagi para santri dalam kehidupan sehari-hari di pondok pesantren.Jadwal sekolah dan kegiatan-kegiatan sehari-hari tetap, jarang berubah. Jadwal harian santri diatur menurut jam salat karena salat lima waktu sehari pada waktu tertentu merupakan kewajiban bagi kaum muslim.
Kegiatan-kegiatan dasar yang memenuhi hari-hari para santri di pesantren pada umumnya bisa dikelompokkan ke dalam empat bagian, yaitu:
  1. kegiatan pribadi, misalnya mandi, mencuci pakaian, membersihkan kamar, makan, membaca, mengobrol dengan teman, dan istirihat;
  2. kegiatan belajar, termasuk waktu belajar di kelas, mengaji di musholla dan mengerjakan PR atau belajar sendiri;
  3. kegiatan sembahyang
  4. kegiatan ekstrakurikuler, misalnya olahraga yang dilakukan dua kali seminggu, pramuka atau kesenian.
Kegiatan-kegiatan tersebut bisa dilihat di jadwal harian dasar santri di bawah:

Jadwal Harian Dasar Santri

4.15   –  bangun, wudlu
4.30   –  salat Subuh
4.40   –  pengajian dipimpin Pak Kyai
5.30   –  mandi, membersihkan kamar…dll
6.15   –  sarapan
6.45   –  masuk ruang kelas
7.00   –  masuk kelas pertama
12.00 –  kelas terakhir selesai
12.15 –  wudlu
12.30 –  salat Dhuhur
12.45 –  makan siang
13.00 –  kelas
13.45 –  waktu bebas/belajar
15.00 –  salat Ashar
15.15 –  pengajian
16.00 –  kegiatan ekstrakurikuler
17.00 –  mandi, wudlu…dll
17.30 –  salat Maghrib
17.45 –  pengajian
19.00 –  salat Ishya
19.30 –  makan malam
19.45 –  waktu bebas/belajar
22.00 –  tidur
Salah satu aspek kehidupan sehari-hari para santri adalah ketidakperluannya untuk diawasi atau dikelola oleh para guru atau Pak Kyai.Tentu saja kadang terjadi kasus spesifik di mana Pak Kyai perlu ikut campur, tetapi pada umumnya kedisiplinan para santri sangat tinggi sehingga saya tidak pernah melihat sorang santri diperintah mengerjakan sesuatu yang seharusnya dia sudah kerjakan.


BAB III
KESIMPULAN
Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau wetonan.Dalam sistem ini, sekelompok murid mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, dan menerangkan buku-buku Islam dalam bahasa Arab.Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang artinya sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru.Sistem sorogan juga digunakan di pondok pesantren tetapi biasanya hanya untuk santri baru yang memerlukan bantuan individual.
Pesantren sekarang ini dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu pesantren Tradisional dan pesantren Modern.Sistem pendidikan pesantren Tradisional sering disebut Sistem Salafi.Yaitu sistem yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasiksebagai inti pendidikan di pesantren.Pondok pesantren Modern merupakan sistem pendidikan yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem tradisional dan sistem sekolah formal (seperti madrasah).




DAFTAR PUSTAKA

Azra, Prof.Dr.Azyumardi, 2001, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Penerbit Kalimah, Jakarta.

Hasbullah, Drs., 1999, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, (hl 24-27, 138-161)

Saturday, March 10, 2012

Ilmu yang Bermanfaat


a.      Pengertian Ilmu
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan, ilmu adalah pengetahuan. Ilmu diambil dari kata science dan peralihan dari kata Arab IlmUlum jamak dari ilmu yaitu paham dan pemikiran. Kemudian dinukilkan dengan pengertian beberapa masalah ilmiah yang berbeda-beda.
Dari pengertian di atas bahwasanya ilmu dapat diartikan juga sebuah pengetahuan. Ilmu adalah suatu bentuk aktifitas manusia yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan senantiasa lebih lengkap dan lebih cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan kemudian hari, serta suatu kemampuan yang meningkat untuk penyesuaian dirinya pada dan mengubah lingkungannya serta mengubah sifat-sifatnya sendiri.
Dalam perkembangannya lebih lanjut di Indonesia, pengetahuan disamakan artinya dengan ilmu. Hal ini dapat dilihat dari pendapat-pendapat berikut : “Kata ilmu berasal dari bahasa Arab alima (ia telah mengetahui), kata jadian ilmu berarti pengetahuan. Dan memang dalam bahasa Indonesia sehari-hari ilmu diidentikkan dengan pengetahuan. Dengan demikian dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam bahasa, pengetahuan dengan ilmu bersinonim arti, sedangkan dalam arti material keduanya mempunyai perbedaan.
Ditinjau dari makna harfiah, Ilm (ilmu atau sains) mempunyai beberapa sinonim, seperti danesy dan danestan. Sedangkan dari segi makna teknisnya yaitu sebagai berikut :
a.      Keyakinan tertentu yang sesuai (correspond to) dengan kenyataan, lawan dari kebodohan sederhana atau murakap (compound)[5] meskipun ia digunakan dalam satu proposisi.
b.      Himpunan Proposisi yang dianggap hubungan satu sama lain meskipun sifat proposisi-proposisi itu personal dan spesifik. Dalam pengertian ini, ilmu diterapkan pada ilmu sejarah, geografi, ilmu rijal (baca tentang perawi hadits) dan biografi.
c.      Himpunan proposisi universal yang berporos tertentu tiap-tiap proposisi ini bisa diterapkan untuk sekian banyak contoh meskipun himpunan proporsi itu bersifat konvensional dalam pengertian inilah ilmu diterapkan pada hal konvensional sebagai lawan dari ilmu-ilmu sejati atau hakiki, seperti ilmu kosakata dan tata bahasa.
d.      Himpunan proposisi universal hakiki (bukan konvensional) berporos tertentu. Pengertian ini mencakup seluruh ilmu teoritis dan praktis, termasuk teologi dan metafisika tapi tidak bisa diterapkan pada proposisi-proposisi personal dan konvensional.
e.      Himpunan proposisi-proposisi hakiki yang bisa dibuktikan dengan pengalaman inderawi. Dalam pengertian inilah para positivis menggunakan istilah ilmu, karenanya ilmu-ilmu dan pembelajaran non empiris tidak dianggap sebagai ilmu/sains.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwasanya bermanfaat maksudnya adalah berguna, berfaedah. Yang dimaksud disini adalah ilmu yang bermanfaat merupakan ilmu yang ada faedahnya / berguna untuk kehidupan dunia dan akhirat.
Allah SWT Maha Mengetahui terhadap seluruh objek pengetahuan. Dengan ilmu-Nya, Dia mengetahui secara detail terhadap segala apa yang berlaku di bumi yang paling rendah sampai yang ada di langit yang tinggi semuanya tidak pernah ada yang luput dari jangkauan ilmu-Nya walau sebesar atom, baik yang ada di langit dan bumi. Bahkan Dia tahu gerakan dan merayapnya semut di hutan yang nilam yang ada di batu nilam yang keras pada malam yang gelap gulita. Dia mengetahui gerak atom di ruang angkasa. Dia mengetahui segala rahasia dan yang sangat tersembunyi.
b.       Pembagian Ilmu
Ilmu merupakan hal yang utama dan paling utama, bagi setiap manusia, karena dengan berilmu orang dapat melakukan sesuatu yang diinginkan, dan mempunyai akal yang sehat karena orang yang berakal sehat adalah orang yang dapat menggunakan dunia untuk tujuan akhiratnya, maka dari itu ilmu-ilmu yang perlu kita pelajari diantaranya yaitu :
Menurut al-Ghazali, dalam menuntut ilmu yang fardu kifayah ini dapat dibagi menjadi dua :
1.      Ilmu yang syar’iyyah
Apa yang bermanfaat yang diperoleh / diambil dari para nabi dan tidak diperoleh dari akal atau dari pengalaman maupun dari pendengaran.
Ilmu yang syari’iyyah yang dipuji ini ada 4 macam : 
·         pertama, yang merupakan pokok yaitu ada empat yaitu kitab Allah (al-Qur’an), sunnah rasulullah, kesepakatan/ijma ulama mujtahidin dan ucapan sahabat. 
·         Kedua, merupakan cabang dari pokoknya yaitu apa yang dipahami dari pokok, tanpa memandang lafad, melainkan makna-makna yang tersembunyi yang dapat dilihat oleh akal. Cabang-cabang dari pokok ini ada dua macam yaitu berkaitan dengan kemashlahatan dunia yang ada dalam kitab fiqh dan berkaitan dengan kemaslahatan dunia akhirat. 
·         Ketiga, permulaan yaitu yang berguna sebagai alat misalnya ilmu bahasa, maupun nahwu. 
·         Keempat, penyempurna, hal ini terdapat dalam ilmu al-Qur’an sedangkan ilmu al-Qur’an terbagi pada :
a.       Apa yang berhubungan dengan lafadz
b.      Apa yang berhubungan dengan makna
c.       Apa yang berhubungan dengan hukum-hukumnya.
2.      Ilmu yang bukan syar’iyyah
Yaitu ilmu yang terambil bukan dari kenabian, misalnya ilmu kedokteran dan sebagainya.
Ilmu yang bukan syar’iyyah terbagi tiga kategori, yaitu :
ü  Yang dipuji, yaitu apa yang patut dalam urusan dunia misalnya kedokteran dan ilmu hitung.
ü  Yang dicela misalnya ilmu mendatang ruh, ilmu sulap, ilmu sihir maupun ilmu membaur.
ü  Yang diperbolehkan misalnya syair-syair yang tak mengandung penghinaan : cerita-cita, dongeng-dongeng dan sebagainya.
Ilmu pokok menurut Comte ialah matematika, astronomi, ilmu alam, ilmu kimia, ilmu biologi, dan sosiologi. Comte berpendapat bahwa ilmu hitung (bagian dari matematika) adalah ilmu yang paling mendasar, ilmu yang dapat dipelajari tanpa bantuan ilmu apapun, kecuali ilmu hitung itu sendiri. Sifat ini tidak akan ditemukan dalam ilmu astronomi, yang ilmu ini baru mungkin dipelajari atas bantuan ilmu matematika. Demikian ilmu alam bahkan memerlukan ilmu matematika dan astronomi dan seterusnya. Kimia tergantung pada ilmu alam dan kedua ilmu yang disebutkan dimuka, begitu pula ilmu biologi tergantung pada keempat ilmu tersebut di atas. Akhirnya, sosiologi tergantung dan baru dapat dipelajari dengan bantuan semua ilmu yang tersebut terdahulu.
Menurut Abuddin Nata dalam bukunya “Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam”, ilmu terbagi menjadi tiga macam, yaitu :
a.      Ilmu-ilmu yang terkutuk baik sedikit maupun banyak yaitu ilmu-ilmu yang tidak ada manfaatnya baik di dunia maupun di akhirat seperti ilmu sihir, ilmu nujum dan ilmu ramalan.
b.      Ilmu-ilmu yang terpuji baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan peribadatan dan macam-macamnya, seperti ilmu yang berkaitan dengan kebersihan diri dari cacat dan dosa serta ilmu yang dapat menjadi bekal bagi seseorang untuk mengetahui yang baik dan melaksanakannya. Ilmu-ilmu yang mengajarkan manusia tentang cara-cara mendekatkan diri kepada Allah dan melakukan sesuatu yang diridloi-Nya serta dapat membekali hidupnya di akhirat.
c.      Ilmu-ilmu yang terpuji dalam kadar tertentu atau sedikit dan tercela jika dipelajarinya secara mendalam karena dengan mempelajarinya secara mendalam itu dapat menyebabkan terjadinya kekacauan dan kesemrawutan antara meyakini dan keraguan, serta dapat pula membawa kepada kekafiran seperti ilmu filsafat.
Menurut Muhammad al-Bahi, ilmu dari segi sumbernya dibagi menjadi dua, pertama ilmu yang bersumber dari Tuhan dan ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi ilmu menjadi dua jenis yaitu ilmu qadim dan kedua ilmu hadits (baru). Ilmu qadim adalah ilmu Allah yang sangat jelas berada dari ilmu hadits yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya.
Ilmu-ilmu yang terkandung didalam al-Qur’an yang perlu dipelajari, diteliti dan dimiliki lafadzh.
1.      Ilmu-ilmu bahasa Arab yaitu ilmu yang mesti diperlukan dalam usaha menyelidiki, dan memiliki secara baik kitab Allah.
2.      Ilmu hewan, anatomi, kedokteran, dan ilmu jiwa. Ilmu ini mendorong dan menyerukan kita untuk mengadakan penelitian terhadap jiwa manusia, binatang dan ternak serta menjaga kelestariannya.
وَإِنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً (النحل : 66)
“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu.”

3.      Geologi, geografi, arithmethik, ilmu-ilmu tersebut menyeru kepada kita kaum muslimin, untuk menyelidiki gunung-gunung, matahari, bulan, bintang-bintang dan menjadikannya sebagai pedoman untuk mengetahui tahun dan tanggal.
4.      Ilmu-ilmu tumbuh-tumbuhan : kita diserukan untuk menyelidiki bermacam-macam tanaman dan pohon, aneka ragam buah dan bunga yang telah ditumbuhkan oleh bumi.
5.      Ilmu-ilmu sejarah dan benda-benda purbakala : ilmu yang diserukan oleh al-Qur’an untuk kita menjelajah bumi dan mengetahui cerita-ceritanya orang-orang terdahulu serta dapat mengambil pelajarannya.
6.      Ilmu pertahanan pertahanan dan militer.
Secara garis besar ilmu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
§  Ilmu kealaman : memfokuskan diri pada bagaimana bekerjanya alam semesta ini dan bagaimana bekerjanya alam fisik termasuk fisik manusia.
§  Ilmu sosial kemanusiaan : terfokus pada bagaimana diri manusia dan bagaimana manusia mengadakan interaksi dengan sesama manusia.
§  Ilmu-ilmu ketuhanan : sebagaimana ilmu ketuhanan bekerja pada bagaimana berlangsungnya hubungan antara manusia dengan Allah.
Ilmu agama dan ilmu umum sebenarnya telah diperkenalkan oleh para cendekiawan muslim klasik seperti Ibnu Khaldun menyebutkan keduanya sebagai al-ulum al-naqliyah dan al-ulum al-aqliyah. Ilmu agama yang menganggap fardu ain bagi setiap muslim untuk menuntutnya dibandingkan dengan ilmu-ilmu umum yang merupakan fardu kifayah untuk menuntutnya. Ibn Khaldun membagi ilmu seperti yang telah disinggung, ke dalam ilmu-ilmu naqliyyah (berdasarkan pada otoritas atau ada yang menyebutnya ilmu-ilmu tradisional) dan ilmu aqliyyah (berdasarkan akal/dalil rasional) termasuk yang pertama adalah ilmu-ilmu al-Qur’an, hadits, tafsir, ilmu kalam, tasawuf, dan juga ta’bir al-ru’yah (tafsir mimpi). Sedangkan ilmu yang kedua adalah ilmu-ilmu seperti filsafat (metafisika), matematika, dan fisika dengan pembagian-pembagiannya. Selain memilih ilmu pada dua kelompok besar ini, Ibnu Khaldun juga memberikan deskripsi yang berbeda tentang kedua jenis ilmu tersebut terutama dari sudut tujuan. Dikatakan bahwa tujuan ilmu-ilmu agama (naqliyyah) adalah untuk menjamin terlaksananya hukum syariat, sedangkan ilmu-ilmu rasional adalah untuk memiliki pengetahuan teoritis tentang sesuatu sebagian adanya. Meskipun begitu dalam pemilahan ini, tidak dapat tersirat sedikitpun keraguan atau penolakan akan status ilmiah dari masing-masing kelompok ilmu tersebut. ilmu agama dipandang olehnya sangat perlu untuk membimbing kehidupan ruhani manusia, sementara ilmu umum untuk membimbing kehidupan duniawi.
Ilmu yang bermanfaat disini adalah ilmu yang berfaedah dan juga berguna bagi kehidupan sehari-hari dan untuk akhirat juga. Diantara ilmu yang bermanfaat adalah ilmu agama akan tetapi Allah juga menyuruh manusia juga mempelajari ilmu umum.
Seorang pendidik mempunyai banyak kewajiban dimana yang paling penting adalah  harus menjadikan muridnya sebagai anak sendiri demikian dicintai, dilindungi dan ikhlas dalam membudayakan dan mengajar mereka, disamping harus membekali mereka dengan ide-ide kelas tinggi yang bermanfaat untuk mereka sekaligus bermanfaat untuk semua manusia melalui kerja mereka.
Seorang pendidik harus mengamalkan apa yang diketahui sebelum dia dakwahkan kepada orang lain. Sebab, guru ilmu syara’ tidak boleh mendustai perkataan sendiri, karena jika tidak maka manusia akan lari meninggalkan tata krama dan ajaran syar’i yang dia kembangkan.
Ilmu dan amal menurut al-Ghazali merupakan dua sifat yang saling mengisi. Oleh sebab itu, ilmu tidak bisa eksis tanpa amal dan sebaliknya jika seorang guru meninggalkan apa yang ditujukan oleh ilmu tetapi dia memerintahkan untuk mengamalkannya maka dia akan tersesat dan menyesatkan, disamping dia menghilangkan kepercayaan manusia bahkan harus dihidari dan dikeluarkan dari urgensinya ilmu pengetahuan.
Amal ibadah termasuk juga shadaqah yang dilaksanakan tanpa mengetahui ilmunya lebih dahulu, amat sedikit kebaikannya, bahkan ada kalanya dapat merusak akal itu sendiri, atau amal ibadahnya itu tidak sah. Misalnya orang yang akan melakukan shalat, puasa, atau haji, sudah barang tentu harus mengetahui ilmunya, harus mengetahui syarat rukunnya lebih dahulu yang mendalam, yang mengerti dan faham betul dan apabila tidak, maka amal ibadahnya tidak sah karena tidak menetapi syarat rukun yang telah ditentukan oleh syara. Oleh karena itu Islam menekankan wajib menuntut ilmu bagi tiap-tiap muslim, karena dengan memiliki ilmu dapat melaksanakan ibadahnya dengan tepat.
Konsep ilmu menurut al-Ghazali adalah kerangka landasan yang dapat dijadikan tambatan menuju tercapainya Islamisasi pengetahuan, karena al-Ghazali telah membuat suatu rentangan antara ilmu agama dan ilmu umum dengan jalan menekankan manfaat penuntut ilmu bagi penuntut ilmu. Hal ini dapat dirangkum dalam ucapannya sendiri tentang penghargaan bagi menuntut ilmu dalam artian ilmu dalam pengertian yang utuh. Hal ini terdapat dalam karyanya Ihya’ Ulumuddin jilid I : “Barang siapa yang berilmu dan mengamalkan ilmu, diakui dan dikatakan sebagai yang terbesar di angkasa raya ini, sebab ia bagaikan sang surya, disamping menerangi benda lain selain dirinya, juga menerangi dirinya sendiri atau bagaikan minyak kasturi yang disamping membuat harum sekitarnya, dirinya tetap harum”.
Para ahli berwasiat kepada para pencari ilmu agar mengamalkan ilmu yang diperoleh dengan menuliskannya lewat karya-karya tulis. Seorang alim bernama al-Khatib al-Baghdadi mengarang sebuah kitab. Dalam salah satu bab dari bukunya itu terdapat tulisan yang bertemakan tentang bagaimana beramal dengan ilmu. Al-Hafiz Ibnu Asakir juga mengarang sebuah buku yang didalamnya terdapat satu bab yang berisikan celaan terhadap orang yang tidak mengamalkan ilmunya.
Abdul Malik bin Idris al-Huzairi seorang ahli pemerintah dan seorang penulis ulung pernah menulis beberapa bak puisi sebagai berikut :
Ilmu tidak bisa bermanfaat
Bila tidak diamalkan dan dipraktekkan
Sama diriku
Antara ilmu yang tidak berguna dengan shalat yang tidak bersuci
Beramallah dengan ilmumu
Kau akan temui jati dirimu
Dan tidak rela menjadi golongan yang merugi
Orang mencari ilmu harus iklas dan tekankanlah untuk beramal dengan ilmumu bagaikan pohon dan beramal adalah buahnya.
Al-Ghazali mengatakan bahwa memikirkan ilmu sama dengan puasa dan mengkaji ilmu sama dengan salat malam. Dengan ilmu Allah ditaati dan disembah serta diesakan. Dengan ilmu manusia berhati-hati dalam mengamalkan agama dan memelihara hubungan kekeluargaan. Ilmu adalah pemimpin dan amal adalah pengikutnya. Orang yang mendapatkan ilmu adalah orang yang bahagia, sedang orang yang tidak mendapatkannya adalah orang yang sengsara.
Dari penjelasan di atas, ilmu yang berfaedah sangat penting adalah ilmu agama, karena manusia sangat membutuhkan dan memerlukan untuk akhirat, akan tetapi manusia juga butuh ilmu umum untuk kehidupan dunianya.